Eksistensi pemberitaan kaum homo dan lesbi semakin masif,
setelah Amerika mengesahkan pernikahan sesama jenis, kini giliran Indonesia
dituntut agar melakukan hal yang sama.
Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transeksual tergolong merupakan
fenomena lama di Indonesia, jumlah dan intensitasnya semakin hari semakin
besar. Adalah aneh menyaksikan paham LGBT bisa berkembang dan bertahan di bumi
nusantara, mengingat mayoritas penduduk Indonesia memeluk islam sebagai agama
kepercayaan.
Dalam Asy-Syuara: 165-166, Allah berfirman “Mengapa kamu
mendatangi jenis laki-laki di antara manusia - dan kamu tinggalkan istri-istri
yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang
melampui batas”
Meski di Indonesia tidak semua beragama islam, namun
penghormatan terhadap suara mayoritas adalah inti dari demokrasi. Selain itu
tidak ada satupun agama Indonesia yang merestui tindakan LGBT, apalagi sampai
harus menikah dengan sesama jenis.
Kaum LGBT berpendapat bahwa Setiap manusia diberikan
kebebasan untuk menentukan sendiri jalan hidupnya, menentukan sendiri
identitasnya, termasuk orientasi seksualnya. Hal ini mereka anggap urusan
pribadi warga negara, dan tidak dapat dicampuri oleh negara. mereka pikir bahwa
HAM adalah Hak Azazi yang tidak dapat dicabut oleh negara dalam keadaan apapun.
Mereka lupa bahwa pemberlakuan HAM pun di Indonesia mesti menghargai hak azazi
orang lain, peraturan perundang-undangan, dan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat.
Hal ini secara tegas diatur dalam pasal 28 J ayat (1)
“Setiap orang wajib menghormati hak azazi manusia orang lain dalam tertib
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”. Dan pasal 28 J ayat
(2)”Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dalam undang-undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain, dan
untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai
agama, kemanan, dan ketertiban umum dalam suatu mayarakat demokratis”
Selama pasal ini masih tertulis dalam lembar Konstitusi
Republik Indonesia, sampai saat itu, LGBT beserta pernikahan sesama jenisnya
tidak akan mendapat tempat dalam masyarakat Indonesia, LGBT dalam pandangan
moralitas adalah sebuah bentuk penyimpangan moral yang secara kasar terus
membentur norma-norma agama, dan adat istiadat yang ada di Indonesia.
kehadirannya dianggap sebagai bentuk penyakit yang dapat merusak mentalitas
anak bangsa.
Pemerintah dalam hal ini akan mengkaji dan memfilter
pemberlakuan hak azazi manusia menjadi hak azazi warga negara sebagaimana
menurut Bahder Djohan Nasution dalam “Negara Hukum dan hak Azazi Manusia” guna
menyelamatkan kedudukan nilai-nilai pancasila dalam setiap denyut peraturan
perundang-undangan.
Kaum LGBT beranggapan bahwa lesbian dan gay bukanlah
merupakan sebuah penyimpangan sosial, oleh sebab itu segala bentuk deskriminasi
terhadap kaum mereka segera dihapuskan, termasuk pelarangan perkawinan sesama
jenis. Mereka tidak sadar bahwasanya deskriminasi pun secara kritis dilegalkan
namun dibatasi oleh pancasila, hanya ketentuan yang tidak sesuai dengan
ideologi negara saja yang dapat dideskriminasi, deskriminasi disini dilakukan
bukan karena penyimpangan orientasi seksual beberapa orang belaka, tetapi lebih
kepada penegakan nilai-nilai morallitas, ketuhanan, dan kemanusiaan yang
terkandung dalam pancasila.
Pancasila menurut Hans Nawiasky sebagai staat fundamental norm atau norma dasar penyelanggaran negara, atau
Philosofische Groundslag sebagai
sebuah sistem filasafat yang mendasari setiap pengambilan keputusan hukum dalam
sebuah negara. Karena pancasila adalah sebuah pandangan hidup berbangsa dan
bernegara, serta merupakan penjelamaan dari kepribadiaan suatu bangsa, maka
tidak berlebihan jika pancasila berfungsi untuk menjaga status, kedudukan,
kehormatan, dan kesopanan budaya dan kondisi sosial serta psikis masyarakat Indonesia
dari bahaya laten LGBT.
Memang demokrasi berbicara soal kebebasan warga negara dalam
menjalankan kehidupannya. Namun kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan yang
dikristalisasi dari rakyat setempat, bukan kebebasan yang diambil sesuka hati
dari negara lain. Demokrasi kita bukanlah demokrasi yang berdiri atas
kepentingan individu, namun demokrasi yang berbasis kolektivitas dan berasas
kekeluargaan.
Perkawinan yang sah tidak hanya bicara soal kasih sayang,
perkawinan yang sah menurut hukum negara adalah perkawinan yang dilakukan
antara laki-laki dan perempuan untuk mencapai kehidupan yang bahagia
berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Jika kaum LGBT beranggapan perkawinan
merupakan urusan pribadi, maka menurut Undang-undang Perkawinan, perkawinan
adalah tidak hanya hubungan antar individu, melainkan juga hubungan antar
keluarga, suku, dan marga.