Minggu, 14 Februari 2016

Otokritik Hitzbut Tahrir Indonesia



Otokritik Hitzbut Tahrir Indonesia
OLEH SONY GUSTI ANASTA


Gerakan islam transnasional, seperti HTI (hitzbut tahrir indonesia), Ikhwanul Muslimin, termasuk ISIS di Indonesia mentasbihkan bahwa Indonesia ramah sekali terhadap perbedaan. Perbedaan agama tidak hanya diserap dari dalam negeri, namun juga menerima tafsiran islam dari berbagai belahan dunia. terlepas apakah ideologi dan tujuan gerakan tersebut benar secara akidah dan syariah.

Mengenai HTI, beberapa hari lalu penulis mendapatkan sebuah flyer tentang ajakan HTI untuk menegakkan negara khilafah di nusantara, dalam tulisan tersebut seruan menegakkan islam sangat kencang bahkan dalam beberapa kalimat terkesan agak sedikit memaksa.

HTI berpendapat bahwa hak dan kewenangan untuk membuat hukum adalah hanya milik Allah SWT, HTI menafsirkan Q.S Yusuf:40 dengan arti “Keputusan Membuat Hukum itu adalah kepunyaan Allah, Dia telah memerintahkan kamu untuk tidak menyembah selain dia” disini HTI tidak mengutip secara utuh penggalan ayat bersangkutan, karena sebenarnya arti yang penulis dapat adalah “Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah, dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain dia” ayat ini dimaksudkan sebagai ajakan ketauhidan, dan menunjukkan keesaan Allah, tidak ada satu kata pun yang menggambarkan bahwa ayat diatas berkaitan dengan kewenangan otonom Allah dalam membuat hukum.

HTI juga dengan tegas menyatakan menolak demokrasi, padahal mereka lupa bahwa gaji yang mereka dapat serta penghasilan yang mereka ambil merupakan hasil dari sistem ekonomi yang diperjuangkan dengan demokrasi. Baju, celana, bensin, beras, dan telur adalah barang-barang yang tersedia karena keputusan politik yang dibangun atas nama demokrasi.

Penulis begitu mempertanyakan pendapat HTI yang mengatakan bahwa semua hukum selain hukum islam adalah kafir. Sejatinya manusia adalah makhluk yang sempurna, Allah menjelaskan secara tegas dalam Q.S At-tin:4 “Sesungguhnya kami telah menciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya” dan Q.S Al-Baqarah:30 “Sesungguhnya aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi” maksudnya bahwa Allah telah menciptakan ras manusia dengan bentuk yang sebaik-baiknya, untuk itu dijadikan manusia sebagai khalifah dimuka bumi, manusia akan menjadi pemimpin dan membuat keputusan (hukum) di permukaan bumi, tentunya terbatas oleh Al-quran dan Hadis.

Hal ini diperkuat dengan firman Allah dalam Q.S An-nisa:58 “Susungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya menetapkan dengan adil”.

HTI memandang bahwa khilafah harga mati yang harus diperjuangkan. Mereka melihat bahwa Islam Formil jauh lebih penting daripada Islam Materil, HTI beranggapan bahwa perangkat organisasi negara harus khilafah, dimana seluruh negara islam harus berada pada satu naungan payung politik global, padahal tafsir megenai khilafah sendiri masih menimbulkan ambiguitas, banyak ahli tafsir nusantara beranggapan bahwa khilafah itu ketika seluruh asas kehiduan masyarakat, hukum, ekonomi dan lain-lain mencerminkan nilai islam, tanpa memperdulikan entitas organisasi yang membuatnya.

Indonesia adalah negara hukum secara tegas diatur dalam pasal 1 ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia, oleh sebab itu segala penafsiran harus berdasarkan atas hukum, dan segala tindakan haruslah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedari dulu HTI selalu sesumbar mengatakan “tegakkan khilafah” tanpa mendetilkan bagaimana cara menegakkannya.

Sistem politik Indonesia dibangun atas nama rakyat, oleh sebab itu pemegang tampuk kekuasaan tertinggi adalah rakyat itu sendiri (Demokrasi). Rakyat lewat DPR telah menyatakan bahwa satu-satunya cara legal untuk merubah aturan hukum menurut konstitusi adalah dengan mengikuti pemilihan umum, memegang kendali, dan merubah aturan. HTI takkan mampu mewujudkan khilafah hanya dengan berdiri di jalan menyuarakan syariah dan khilafah, atau sekadar menebar flyer kesana dan kemari. Perlu langkah strategis agar tujuan HTI dapat tercapai.

Indonesia sudah bulat dengan pancasila sebagai ideologinya, berbeda-beda tetapi tetap satu jua merupakan lem perekat untuk menyatukan segala perspektif yang ada di nusantara, HTI mesti menyadari bahwa dengan kondisi konstitusi dan Pancasila seperti saat sekarang ini, sangat mustahil untuk mendirikan negara khilafah tanpa mengikuti prosedur yang telah ditetapkan, salah langkah HTI bisa dicap sebagai organisasi teroris yang bertujuan untuk menggantikan ideologi pancasila, seperti halnya yang dilakukan PKI, dan DI/TII berpuluh tahun silam.

Kalau penulis boleh usul, HTI silahkan ambil bagian dalam demokrasi, ikut pemilu dan merubah aturan hukum. Jangan hanya berkicau tanpa gerakan sistematis, jangan menyalahkan demokrasi jika kita bernafas pun dari oksigen pohon yang ditanam dengan dana hasil politik demokrasi. Frusta Legis Auxilium Quareit Qui in Legein Comitted yang artinya adalah sia-sia bagi seseorang yang menetang hukum, tapi dia sendiri meminta bantuan hukum (menikmati hukum). Jangan melihat siapa yang mengatakan, tapi lihat apa yang dikatakan. Sebaik-baik manusia adalah mereka yang mau mendengarkan perkataan dan mengikuti yang baik-baik. Wallahualam bishawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar