Otokritik
Hitzbut Tahrir Indonesia
OLEH SONY GUSTI ANASTA
Gerakan islam transnasional, seperti HTI (hitzbut tahrir
indonesia), Ikhwanul Muslimin, termasuk ISIS di Indonesia mentasbihkan bahwa
Indonesia ramah sekali terhadap perbedaan. Perbedaan agama tidak hanya diserap
dari dalam negeri, namun juga menerima tafsiran islam dari berbagai belahan
dunia. terlepas apakah ideologi dan tujuan gerakan tersebut benar secara akidah
dan syariah.
Mengenai HTI, beberapa hari lalu penulis mendapatkan sebuah flyer tentang ajakan HTI untuk menegakkan
negara khilafah di nusantara, dalam tulisan tersebut seruan menegakkan islam
sangat kencang bahkan dalam beberapa kalimat terkesan agak sedikit memaksa.
HTI berpendapat bahwa hak dan kewenangan untuk membuat hukum
adalah hanya milik Allah SWT, HTI menafsirkan Q.S Yusuf:40 dengan arti “Keputusan Membuat Hukum itu adalah
kepunyaan Allah, Dia telah memerintahkan kamu untuk tidak menyembah selain dia”
disini HTI tidak mengutip secara utuh penggalan ayat bersangkutan, karena
sebenarnya arti yang penulis dapat adalah “Keputusan
itu hanyalah kepunyaan Allah, dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah
selain dia” ayat ini dimaksudkan sebagai ajakan ketauhidan, dan menunjukkan
keesaan Allah, tidak ada satu kata pun yang menggambarkan bahwa ayat diatas
berkaitan dengan kewenangan otonom Allah dalam membuat hukum.
HTI juga dengan tegas menyatakan menolak demokrasi, padahal
mereka lupa bahwa gaji yang mereka dapat serta penghasilan yang mereka ambil
merupakan hasil dari sistem ekonomi yang diperjuangkan dengan demokrasi. Baju,
celana, bensin, beras, dan telur adalah barang-barang yang tersedia karena
keputusan politik yang dibangun atas nama demokrasi.
Penulis begitu mempertanyakan pendapat HTI yang mengatakan
bahwa semua hukum selain hukum islam adalah kafir. Sejatinya manusia adalah
makhluk yang sempurna, Allah menjelaskan secara tegas dalam Q.S At-tin:4 “Sesungguhnya kami telah menciptakan dalam
bentuk yang sebaik-baiknya” dan Q.S Al-Baqarah:30 “Sesungguhnya aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi”
maksudnya bahwa Allah telah menciptakan ras manusia dengan bentuk yang
sebaik-baiknya, untuk itu dijadikan manusia sebagai khalifah dimuka bumi,
manusia akan menjadi pemimpin dan membuat keputusan (hukum) di permukaan bumi,
tentunya terbatas oleh Al-quran dan Hadis.
Hal ini diperkuat dengan firman Allah dalam Q.S An-nisa:58
“Susungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya menetapkan
dengan adil”.
HTI memandang bahwa khilafah harga mati yang harus
diperjuangkan. Mereka melihat bahwa Islam Formil jauh lebih penting daripada
Islam Materil, HTI beranggapan bahwa perangkat organisasi negara harus
khilafah, dimana seluruh negara islam harus berada pada satu naungan payung
politik global, padahal tafsir megenai khilafah sendiri masih menimbulkan
ambiguitas, banyak ahli tafsir nusantara beranggapan bahwa khilafah itu ketika
seluruh asas kehiduan masyarakat, hukum, ekonomi dan lain-lain mencerminkan
nilai islam, tanpa memperdulikan entitas organisasi yang membuatnya.
Indonesia adalah negara hukum secara tegas diatur dalam
pasal 1 ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia, oleh sebab itu
segala penafsiran harus berdasarkan atas hukum, dan segala tindakan haruslah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedari dulu HTI selalu sesumbar
mengatakan “tegakkan khilafah” tanpa mendetilkan bagaimana cara menegakkannya.
Sistem politik Indonesia dibangun atas nama rakyat, oleh
sebab itu pemegang tampuk kekuasaan tertinggi adalah rakyat itu sendiri
(Demokrasi). Rakyat lewat DPR telah menyatakan bahwa satu-satunya cara legal
untuk merubah aturan hukum menurut konstitusi adalah dengan mengikuti pemilihan
umum, memegang kendali, dan merubah aturan. HTI takkan mampu mewujudkan
khilafah hanya dengan berdiri di jalan menyuarakan syariah dan khilafah,
atau sekadar menebar flyer kesana dan
kemari. Perlu langkah strategis agar tujuan HTI dapat tercapai.
Indonesia sudah bulat dengan pancasila sebagai ideologinya,
berbeda-beda tetapi tetap satu jua merupakan lem perekat untuk menyatukan
segala perspektif yang ada di nusantara, HTI mesti menyadari bahwa dengan
kondisi konstitusi dan Pancasila seperti saat sekarang ini, sangat mustahil
untuk mendirikan negara khilafah tanpa mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan, salah langkah HTI bisa dicap sebagai organisasi teroris yang
bertujuan untuk menggantikan ideologi pancasila, seperti halnya yang dilakukan
PKI, dan DI/TII berpuluh tahun silam.
Kalau penulis boleh usul, HTI silahkan ambil bagian dalam
demokrasi, ikut pemilu dan merubah aturan hukum. Jangan hanya berkicau tanpa
gerakan sistematis, jangan menyalahkan demokrasi jika kita bernafas pun dari
oksigen pohon yang ditanam dengan dana hasil politik demokrasi. Frusta Legis Auxilium Quareit Qui in Legein
Comitted yang artinya adalah sia-sia bagi seseorang yang menetang hukum,
tapi dia sendiri meminta bantuan hukum (menikmati hukum). Jangan melihat siapa
yang mengatakan, tapi lihat apa yang dikatakan. Sebaik-baik manusia adalah
mereka yang mau mendengarkan perkataan dan mengikuti yang baik-baik.
Wallahualam bishawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar