Negasi Goyang Dribble
OLEH
SONY GUSTI ANASTA
Goyang
dribble yang digagas oleh Duo Srigala memperlihatkan penegakan hukum di
Indonesia terutama dalam bidang pornografi jauh panggang dari api. Hal ini
sekaligus makin mengurangi legitimasi sosial Undang-undang nomor 44 tahun 2008
tentang pornografi. Tumpulnya pedang Undang-undang pornografi seakan menguatkan
preseden bahwa Indonesia harus menyerah dari gelombang propaganda mesum dalam
rangka untuk menghancurkan masa depan bangsa.
Desakan
kaum pebisnis dalam memainkan emosi anak muda, terbukti sukses menuai uang yang
tidak sedikit. Pelaku usaha, baik pihak manajemen artis ataupun perusahaan TV
swasta dengan semena-mena merilis jasa hiburan yang tidak mendidik, bahkan
cenderung merusak mental generasi muda. Aspek hiburan akan serta merta menjadi
pembenaran, padahal efek yang ditinggalkan adalah perusakan besar-besaran. Hak
untuk menyampaikan ekspresi menjadi benteng untuk melindungi diri, padahal
seharusnya kewajiban untuk menangkal pornografi ada dalam tiap sanubari.
KH.
Zainuddin MZ pernah menyitir bahwa gambaran masa depan bangsa terlihat dari
gambaran pemudanya masa kini. Bagaimana wajah dan kondisi suatu bangsa, bisa
dilihat dari bagaimana kondisi dari pemudanya. Jika baik pemudanya hari ini, maka
akan baik pula bangsa itu kedepannya. Jika buruk perangai dari pemuda hari ini,
maka buruk pula kondisi bangsa tersebut dikemudian hari. Asumsi ini
menghantarkan kita pada konklusi bahwa jika ingin merusak suatu bangsa, cukup
dengan merusak pemudanya.
Di
Indonesia bau anyir perusakan masa depan bangsa sudah mulai terendus. Pemuda
kini lebih suka menyaksikan goyang dribble daripada menyaksikan pembahasan
anggaran di DPR. Anak muda masa kini, lebih senang terbang melayang lewat
isapan lintingan ganja daripada bersosialisasi di masyarakat memperkenalkan
potensi di daerah. Setali tiga uang dengan itu fenomena batu akik seakan ikut
menenggelamkan kaum muda dalam obrolan yang tidak ada gunanya. Di kampus,
tempat kerja, lapangan futsal, atau dalam forum, semua sibuk hilir-mudik
berkeringat ngomal-ngomel
menceritakan khasiat kecubung asap, badar besi, junjung derajat, atau sekadar
memuji keindahan bacan kristal asal sulawesi. Fenomena tersebut sama-sama
dianggap sebagai kecohan kepada anak muda untuk lebih mengedepankan emosi
pribadi daripada rasa peduli terhadap negeri.
Hilangnya Legitimasi
Ada
sebuah anggapan di masyarakat bahwa Undang-undang pornografi telah kehilangan
legitimasi. Ada tapi tiada. Mengatur namun selalu terbentur. Para cendikiawan
hukum mengalami keganjilan di hatinya. Bagaimana mungkin menerapkan
Undang-undang pornografi jika Undang-undang dasar 1945 menjamin hak masyarakat
hukum adat, termasuk menjamin koteka yang dikenakannya. Bagaimana mungkin
Undang-undang pornografi berkerja sepenuh hati jika nyatanya turis mengancam
tidak mau lagi datang ke bali. Aspek ekonomis selalu dikedepankan, sedang
moralitas ditinggalkan, Padahal baik ekonomis maupun moralitas adalah unsur
esensial yang sama kuatnya. Jika aspek ekonomis merupakan palang pintu
pembangunan fisik, maka aspek moralitas adalah jembatan negara dalam
pembangunan moral.
Perlukah
ketegasan dalam rangka untuk membasmi goyang dribble? Jika jawabannya iya, maka
pemerintah mesti membasmi seluruh goyangan serupa yang mengedepankan unsur
pornografi. Jika setengah-setengah, pemerintah malah akan dituding tebang pilih
dalam penegakan hukum yang pada akhirnya akan melemahkan citra penegak hukum
itu sendiri.
Sebenarnya
secara tegas, pasal 4 Undang-undang pornografi sudah mengatur larangan dan
batasan setiap orang dalam ihwal pornografi. Pasal 4
ayat (1) “Setiap orang dilarang
memproduksi, membuat, memperbanyak,
menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan,
memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara
eksplisit memuat: a) persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
b) kekerasan seksual; c) masturbasi atau onani; d) ketelanjangan atau tampilan
yang mengesankan ketelanjangan; e) alat kelamin; atau f) pornografi anak”
Secara eksplisit pasal diatas sudah cukup untuk menjerat
penebar goyang dribble. Fenomena mesum ala goyang dribble dapat dikategorikan
sebagai penyediaan yang mempertontonkan jasa ketelanjangan, atau yang
mengesankan ketelanjangan, serta mengeksploitasi aktivitas seksual.
Pasal tersebut menyatakan bahwa baik penyedia (manajemen, dan TV swasta) maupun pelaku eksploitasi langsung
(duo srigala) dapat sama-sama terancam sanksi. Kedua pihak yang terlibat dalam
usaha perusakan moral bangsa ini sama-sama akan dapat diganjar dengan sanksi
pidana maupun sanksi administratif. Dalam undang-undang yang bersangkutan dapat
dipahami sanksi administratif tidak akan menghapuskan sanksi pidana.
Jadi apa lagi yang ditunggu pemerintah sekarang? Substansi
hukum sudah ada, struktur hukum juga
sudah solid. Apakah masih ada ketakutan bahwa
pemerintah tidak bisa berlaku merata untuk segala jenis pelanggaran hukum
pornografi? Pasalnya banyak jenis dan modus operandi yang dilakukan, baik mengatas
namakan seni dan budaya, maupun hanya sekadar hiburan semata. Sekali
aturan dibuat, maka harus dilaksanakan, sekali aturan dilaksanakan, maka
seterusnya harus tetap dilaksanakan, karena untuk setiap penegakan hukum yang
dilakukan, masyarakat akan dibawa ke iklim yang dikehendaki penguasa, ketika
penguasa menghentikan penegakan hukum tersebut, akan terjadi gesekan dimana
sebagian warga negara mempermasalahkan penegakan hukum yang diskriminatif. Hal
ini sangat berbahaya, selain memicu warga masyarakat untuk main hakim sendiri,
dalam waktu yang panjang penegak hukum juga akan mengalami defisit kepercayaan,
wibawa runtuh, dan pesona untuk dihormati menjadi luntur.
Jika memang pemberlakuan Undang-undang pornografi masih
setengah hati, lebih baik dilakukan uji materi. Hal ini lebih baik ketimbang
negara digantung oleh aturan yang tidak jelas. Maju kena, mundur juga kena.
Warga negara butuh kepastian hukum untuk mewujudkan ketertiban, termasuk
ketertiban dalam rangka penegakan hukum pornografi. Namun jika pemerintah
percaya dan memiliki persamaan suhu terhadap kehadiran Undang-undang Pornografi.
Maka secepatnya ambil tindakan. Jangan biarkan pemuda Indonesia diracun oleh
nafsu semu eksploitasi seksual. Jika pemuda masa kini adalah pemimpin masa
depan, maka penegakan hukum pornografi secara tidak langsung akan menyelamatkan
pemimpin di masa depan. Wallahualam
bisshawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar