Minggu, 20 Desember 2015

Narkoba Dan Efektifitas Penegakan Hukum



Narkoba Dan Efektifitas Penegakan Hukum

OLEH SONY GUSTI ANASTA


Membaca berita razia narkoba di pulau pandan pada harian Jambi Ekspres, kamis tanggal 19 september 2013 sangat menyenangkan. Pasalnya tempat yang selama ini ditengarai sebagai tempat nyabu bareng berhasil dinetralisir. Walaupun dikesempatan berbeda, pakar hukum Dr. Sahuri Lasmadi mengatakan bahwa razia yang dilakukan pihak kepolisian tidak efektif, dikarenakan dilakukan secara sporadis, namun dalam pandangan saya sebagai seorang awam menyimpulkan, bahwa dengan adanya razia tersebut memberikan social doctrine (doktrin sosial) kepada masyarakat luas bahwa penumpasan terhadap tindak pidana narkoba mengalami peningkatan. Selain itu hal ini juga akan menambah wibawa polresta jambi sebagai salah satu aparat penegak hukum di Provinsi Jambi.

Tindak pidana narkoba telah menjadi main topic dalam tiga tahun belakangan. Banyak yang sudah menjadi korban barang haram ini. Penegakan hukum yang efektif hingga melahirkan social control dan social engineering terhadap masyarakat adalah satu-satunya jalan yang harus ditempuh.

Dalam hal penegakan hukum, Lawrence Friedman mengemukakan teori penegakkan hukum, dimana menurutnya terdapat tiga faktor yang mempengaruhi efektifitas dalam penegakan hukum; 1) substansi hukum, 2) struktur hukum/ pranata hukum, 3) budaya hukum.

Dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana narkoba, yang pertama-tama harus diperhatikan adalah substansi hukum. Maksudnya adalah perangkat hukum yang ada, mulai dari undang-undang sampai kepada peraturan pemerintah. Secara empiris, harus kita maklumi bersama, substansi hukum yang ada terkait narkoba masih timpang. Misalnya terdapat ambiguitas orientasi dalam konsep pemidanaan, apakah pemidanaan dipandang sebagai sebuah sistem pemasyarakatan, atau lebih condong kepada nestapa sebagai efek jera terhadap orang yang mengkonsumsi narkoba.

Data di Lapas kota jambi menunjukkan bahwa lebih dari 50% nara pidana adalah tersangkut kasus narkoba, baik pemakai maupun pengedar. Jika kita benturkan dengan konsep hak asasi manusia, dimana setiap orang secara penuh berhak atas penghidupan dan segala kegiatan yang melibatkan diri sendiri, maka menurut saya yang dihukum cukup pengedar, sedang pemakai seharusnya dilakukan proses pemasyarakatan jenis lain, yang intinya melakukan rehabilitasi hingga si pemakai dapat dikembalikan kepada masyarakat.

Yang kedua adalah faktor struktur hukum atau pranata hukum. Meliputi; polisi, jaksa, hakim, sipir dan lain-lain. Penegakan hukum juga sangat berpengaruh terhadap faktor yang satu ini. Maksudnya adalah bagaimana aparat penegak hukum dalam melakukan tindakan terhadap pelaku pelanggaran narkoba. Kalau kita lihat, aparat penegak hukum saat ini masih jauh panggang dari yang kita harapkan. Fenomena suap sana, suap sini dianggap sebagai duri dalam daging. Penegak hukum yang diharapkan dapat membantu dalam penumpasan narkoba malah ikut mengkonsumsi barang haram tersebut. Dan yang telah menjadi rahasisa umum juga bagaimana penjelasan terhadap distribusi narkoba kedalam lapas. Jawabannya tentu terpulang kepada penegak hukum itu sendiri. Terlepas apakah terdapat oknum yang bermain, atau lemahnya pengawasan, hal itu menunjukkan stuktur hukum kita masih harus dibenahi.

Yang terakhir adalah budaya hukum. Maksudnya adalah bagaimanakah interaksi antara hukum dan gejala sosial yang ada di masyarakat, apakah masyarakat sebagai elemen sosial mentaati peraturan hukum yang ada, atau malah mengabaikannya. Budaya hukum juga bicara soal bagaimanakah pola pikir masyarakat terhadap aturan normatif yang ada, juga bagaimana intensitas kesadaran hukum didalam masyarakat.

Masyarakat yang bijak adalah masyarakat yang memahami secara massal, bahwa narkoba sebagai ganjalan bagi pemuda-pemudi harapan bangsa, dan perusak masa depan setiap insan. Masyarakat dapat memberikan sanksi sosial terhadap pengedar narkoba, dengan mengucilkannya dari pergaulan. Hal ini juga akan berdampak kepada pencitraan wilayah dimana masyarakat itu tinggal, sehingga pengedar ataupun pemakai akan merasa asing jika berinteraksi dengan narkoba diwilayah tersebut.

Selanjutnya orang tua dapat memberikan pemahaman dasar kepada anak-anaknya terkait dengan bahaya obat-obatan terlarang. Bukankah keluarga adalah satuan populasi terkecil didalam masyarakat. Jika pemahaman yang diberikan orang tua didalam rumah baik, niscaya ketika anak tersebut berinteraksi dengan dunia luar, maka pemahaman tersebutlah yang akan menjaganya dari bahaya narkoba.

Lawrence Friedman melanjutkan ketiga faktor tersebut akan terasa lebih efektif jika dilaksanakan secara komprehensif dan elaboratif. Pencegahan penyalahgunaan narkoba mesti dilakukan dengan instens dan mendalam melibatkan segala pihak guna menyelamatkan manusia Jambi-Indonesia dari mimpi buruk kehilangan masa depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar