Narkoba Dan Efektifitas
Penegakan Hukum
OLEH
SONY GUSTI ANASTA
Membaca berita razia narkoba di pulau pandan
pada harian Jambi Ekspres, kamis tanggal 19 september 2013 sangat menyenangkan.
Pasalnya tempat yang selama ini ditengarai sebagai tempat nyabu bareng berhasil
dinetralisir. Walaupun dikesempatan berbeda, pakar hukum Dr. Sahuri Lasmadi
mengatakan bahwa razia yang dilakukan pihak kepolisian tidak efektif,
dikarenakan dilakukan secara sporadis, namun dalam pandangan saya sebagai
seorang awam menyimpulkan, bahwa dengan adanya razia tersebut memberikan social doctrine (doktrin sosial) kepada
masyarakat luas bahwa penumpasan terhadap tindak pidana narkoba mengalami
peningkatan. Selain itu hal ini juga akan menambah wibawa polresta jambi
sebagai salah satu aparat penegak hukum di Provinsi Jambi.
Tindak pidana narkoba telah menjadi main topic dalam tiga tahun belakangan.
Banyak yang sudah menjadi korban barang haram ini. Penegakan hukum yang efektif
hingga melahirkan social control dan
social engineering terhadap
masyarakat adalah satu-satunya jalan yang harus ditempuh.
Dalam hal penegakan hukum, Lawrence Friedman
mengemukakan teori penegakkan hukum, dimana menurutnya terdapat tiga faktor
yang mempengaruhi efektifitas dalam penegakan hukum; 1) substansi hukum, 2)
struktur hukum/ pranata hukum, 3) budaya hukum.
Dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana
narkoba, yang pertama-tama harus diperhatikan adalah substansi hukum. Maksudnya
adalah perangkat hukum yang ada, mulai dari undang-undang sampai kepada
peraturan pemerintah. Secara empiris, harus kita maklumi bersama, substansi
hukum yang ada terkait narkoba masih timpang. Misalnya terdapat ambiguitas
orientasi dalam konsep pemidanaan, apakah pemidanaan dipandang sebagai sebuah
sistem pemasyarakatan, atau lebih condong kepada nestapa sebagai efek jera
terhadap orang yang mengkonsumsi narkoba.
Data di Lapas kota jambi menunjukkan bahwa lebih
dari 50% nara pidana adalah tersangkut kasus narkoba, baik pemakai maupun
pengedar. Jika kita benturkan dengan konsep hak asasi manusia, dimana setiap
orang secara penuh berhak atas penghidupan dan segala kegiatan yang melibatkan
diri sendiri, maka menurut saya yang dihukum cukup pengedar, sedang pemakai
seharusnya dilakukan proses pemasyarakatan jenis lain, yang intinya melakukan
rehabilitasi hingga si pemakai dapat dikembalikan kepada masyarakat.
Yang kedua adalah faktor struktur hukum atau
pranata hukum. Meliputi; polisi, jaksa, hakim, sipir dan lain-lain. Penegakan
hukum juga sangat berpengaruh terhadap faktor yang satu ini. Maksudnya adalah
bagaimana aparat penegak hukum dalam melakukan tindakan terhadap pelaku
pelanggaran narkoba. Kalau kita lihat, aparat penegak hukum saat ini masih jauh
panggang dari yang kita harapkan. Fenomena suap sana, suap sini dianggap
sebagai duri dalam daging. Penegak hukum yang diharapkan dapat membantu dalam
penumpasan narkoba malah ikut mengkonsumsi barang haram tersebut. Dan yang
telah menjadi rahasisa umum juga bagaimana penjelasan terhadap distribusi
narkoba kedalam lapas. Jawabannya tentu terpulang kepada penegak hukum itu
sendiri. Terlepas apakah terdapat oknum yang bermain, atau lemahnya pengawasan,
hal itu menunjukkan stuktur hukum kita masih harus dibenahi.
Yang terakhir adalah budaya hukum. Maksudnya
adalah bagaimanakah interaksi antara hukum dan gejala sosial yang ada di
masyarakat, apakah masyarakat sebagai elemen sosial mentaati peraturan hukum
yang ada, atau malah mengabaikannya. Budaya hukum juga bicara soal bagaimanakah
pola pikir masyarakat terhadap aturan normatif yang ada, juga bagaimana
intensitas kesadaran hukum didalam masyarakat.
Masyarakat yang bijak adalah masyarakat yang
memahami secara massal, bahwa narkoba sebagai ganjalan bagi pemuda-pemudi
harapan bangsa, dan perusak masa depan setiap insan. Masyarakat dapat
memberikan sanksi sosial terhadap pengedar narkoba, dengan mengucilkannya dari
pergaulan. Hal ini juga akan berdampak kepada pencitraan wilayah dimana
masyarakat itu tinggal, sehingga pengedar ataupun pemakai akan merasa asing
jika berinteraksi dengan narkoba diwilayah tersebut.
Selanjutnya orang tua dapat memberikan pemahaman
dasar kepada anak-anaknya terkait dengan bahaya obat-obatan terlarang. Bukankah
keluarga adalah satuan populasi terkecil didalam masyarakat. Jika pemahaman
yang diberikan orang tua didalam rumah baik, niscaya ketika anak tersebut
berinteraksi dengan dunia luar, maka pemahaman tersebutlah yang akan menjaganya
dari bahaya narkoba.
Lawrence Friedman melanjutkan ketiga faktor
tersebut akan terasa lebih efektif jika dilaksanakan secara komprehensif dan
elaboratif. Pencegahan penyalahgunaan narkoba mesti dilakukan dengan instens
dan mendalam melibatkan segala pihak guna menyelamatkan manusia Jambi-Indonesia
dari mimpi buruk kehilangan masa depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar