Dominasi Tiongkok
OLEH
SONY GUSTI ANASTA
Tiongkok
setelah resmi merubah nama internasionalnya dari RRC, menjadi salah satu negara
dengan ancaman paling nyata didunia. Baik itu dibidang ekonomi, politik, bahkan
miiter sekalipun. Untuk negara macam Indonesia yang punya pasar potensial
dibidang ekonomi menarik untuk duduk dan mengikuti irama sesekali mencuri kesempatan
dari interaksi negara adidaya tersebut. Apalagi belakangan politik luar negeri
Tiongkok dengan sukses menyuil kuping
AS dan beberapa negara adidaya lainnya.
Kehadiran
nama besar Tiongkok dipastikan membuat takut negara-negara maju didunia, terutama
AS, Korea, Jepang, Rusia, Prancis dan lain-lain. Saat ini Tiongkok sedang
merangsek naik berusaha menggeser hegemoni AS dalam percaturan politik dunia.
AS tidak tinggal diam, aset timur tengah dan beberapa negara di kawasan Asia
tenggara kalau tidak diperhatikan secara seksama bisa saja akan main mata, dan
bersembunyi di bawah ketek Tiongkok.
2013 lalu, Tiongkok menyabet predikat dunia dengan negara yang memiliki
pertumbuhan ekonomi terbesar didunia. Dalam kancah internasional, pertumbuhan
ekonomi yang besar merupakan kunci untuk menaklukan pasar di dunia.
Peluang di DK PBB
Hal
ini membuat Gap yang besar diantara negara anggota tetap DK (DK) PBB. 3 negara
anggota tetap DK lainnya; Prancis, Inggris, dan Rusia tentu akan mematok sikap
dalam menentukan mitra politik luar negerinya. Inggris akan secara mentah
menolak untuk mendukung Tiongkok dalam setiap keputusannya, karena bagaimanapun
AS dan Inggris adalah saudara jauh. Kita mungkin ingat dulu, ketika inggris
melalui Tony Blair mendukung mati-matian gempuran AS ke Iraq untuk
menggulingkan pemerintahan otoriter, si tangan besi Saddam Husein. ‘States’ dan
‘Kingdom’ yang menyertai ‘United’ akan membuat duet maut negara maju ini akan
terhegemoni sampai waktu yang cukup lama.
Keberhasilan
Tiongkok dalam menyusun bidak catur politik didunia akan disambut hangat oleh
Rusia sebagai rival abadi AS. Paling tidak rusia akan diam-diam mengamati
perkembangan politik luar negeri AS dan Tiongkok. Rusia akan berpotensi besar
memanfaatkan peluang yang didapat, saat konflik AS dan Tiongkok meruncing.
Kendati dalam beberapa pandangan, Rusia selalu bertentangan dengan kebijakan Tiongkok.
Beda
Rusia, beda pula dengan negara pusat mode didunia. Prancis akan diterpa
kegalauan tingkat dewa. Ibaratkan pemilu, maka posisi Prancis saat ini sebagai swing voters, yang belum menentukan
pilihan kemana akan berlabuh. Satu dekade yang lalu terbukti prancis selalu
menepuki setiap keputusan AS. Bukan tidak mungkin, ketika negara-negara
berkembang, tempat aset Prancis berserakan mulai menyoraki mendukung Tiongkok akan membuka pintu hati Prancis untuk
melirik negeri bambu tersebut.
Hal
ini tentunya membuka peluang besar bagi Tiongkok-Asean untuk berkiprah dalam
Politik-Ekonomi di negara-negara dunia, apalagi badai ekonomi tengah meluluh
lantakkan pondasi ekonomi negara-negara maju di Eropa. Negara negara Asean yang
Pro-Tiongkok bisa membaca peluang kemana akan ber-manuver.
Hegemoni
Tiongkok khususnya dalam posisinya di PBB akan mengancam hegemoni AS.
Setidaknya Tiongkok memiliki andil yang cukup untuk membuat tenang kondisi
dunia, khususnya di timur tengah saat ini.
Hegemoni Hambatan
Beberapa
negara anggota tetap Dewan Kemanan PBB sebelumnya terlihat seperti mengacau di beberapa negara,
seperti ulah Rusia di Ukraina, terutama di Crimea. Atau ulah AS saat menyerbu
iraq, yang katanya untuk menjatuhkan rezim Saddam Husein. Padahal banyak pihak
meyakini, usaha AS saat itu tak lebih untuk menguasai sumber daya minyak di
Iraq, sekaligus membuat pangkalan militer di timur tengah, demi memantau dan
menyemangati anak emasnya, Israel.
Memang
kalau sudah begitu mau apalagi. Siapa yang mampu melawannya. Kata Jhon Austin,
kaum Positivis dari Inggris, “Hukum
Internaional adalah suatu etika yang hanya mempunyai kekuatan moral belaka,”
tidak ada hukuman yang berasal dari lembaga formal untuk menghukum negara yang
menyalahi segala sumber hukum internasional. Oleh karenanya, mandiri dan tidak
tergantung pada negara lain adalah syarat pokok bagi suatu negara untuk
berkiprah di kancah politik dunia. Termasuk untuk memandulkan keputusan negara
lain yang dianggap bertentangan dengan kepentingan negara tersebut. Bisa jadi, PBB
lewat keputusan DK pun juga akan dimentahkan oleh Hak Veto negara anggota tetap
DK. Paling tidak kekuatan baru di dunia, Tiongkok akan lebih elegan dalam
mengimbangi hegemoni AS dan Rusia dalam problem
politik di dunia.
Akhirnya
kita menyadari bersama, bahwa sengketa laut Tiongkok Selatan (dulu laut cina
selatan) yang melibatkan beberapa negara Asean seperti, Fhiliphina, Malaysia
dan Vietnam pada dasarnya bukan bermaksud untuk me-murkai Manila dan Kuala
Lumpur, atau membuat Hanoi kalang-kabut.
Tersirat
saya menangkap, sikap Tiongkok adalah sebuah ekspresi diri untuk menunjukkan
eksistensi dirinya kepada Dunia terutama AS bahwa kekuatan baru akan mulai
mendominasi dunia, dimulai dari kawasan asia tenggara. Karena seperti yang
diketahui, areal claim Tiongkok
merupakan perairan yang menjadi tanggung jawab armada VII AS yang beroperasi
dari Diego Garcia di Samudra Hindia, hingga Guma di samudra Fasifik. Secara
global, AS bertanggung jawab penuh untuk menjamin adanya kebebasan bernavigasi
di area tersebut. Apalagi setelah beberapa kapal Tiongkok dan Vietnam sudah
berani tumbur-tumburan di laut yang
menjadi tanggung jawabnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar