Kamis, 25 Januari 2018

KAMMI Untuk Jambi

OLEH SONY GUSTI ANASTA


Musyawarah Daerah Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Daerah Jambi telah selesai dilaksanakan tanggal 25 November 2017, musyawarah kemudian mengamanahkan Saudara Andri Hermana sebagai Ketua KAMMI Wilayah Jambi, dan Indra Jaya sebagai Ketua KAMMI Daerah Jambi, keduanya akan merumput dan berkarya selama 2 tahun ke depan untuk mengembangkan KAMMI sebagai wadah sekaligus wajah perjuangan kerakyatan kemahasiswaan dalam rangka ikut berkontribusi untuk menjayakan Indonesia 2045.

Sebagai organisasi kemahasiswaan islam muda yang berdiri di tahun-tahun awal reformasi, KAMMI telah menghadapai beragam halangan dan rintangan dari berbagai sisi, baik itu internal maupun eksternal. Masalah dan tawaran konsep pengembangan pun datang silih berganti, begitu pula dengan dinamikanya. Sebagai organisasi modern sudah sepatutya KAMMI juga memproduksi regulasi, mekanisme kerja, kader dan kultur manajemen organisasi secara modern yang adaptif, demokratis megikuti zaman. Adaptasi menjadi sebuah keniscayaan bagi KAMMI dalam mengepakkan sayap keorganisasiannya, oleh sebab itu eksklusifitas yang selama ini menyandera kebanyakan kader KAMMI terutama di Jambi mesti segera dikikis. KAMMI kedepannya mesti tampil sebagai organisasi mahasiswa supel, yang memiliki sensitifitas tinggi terhadap perubahan dan pembangunan di berbagai sisi, mengedepankan demokrasi dan kemanusiaan, serta menjadi role model terhadap gaya kepemimpinan secara nasional.

Pemimpin Esensial
Tak dinyanya, lebih dari 15 tahun berdiri, KAMMI berhasil memproduksi kader-kadar terbaik di seluruh Indonesia, baik itu sebagai pimpinan kampus, pegiat dan pendiri berbagai macam gerakan dan organisasi sosial, pimpinan partai politik, entrepreneur di berbagai sektor, serta pimpinan dan calon pimpinan pada organisasi pemerintahan. KAMMI menjadi salah satu oase di tengah hiruk pikuk keumatan dan ke-Indonesiaan yang haus akan kepemimpinan yang berintegritas, berkompeten, inovatif,  komunikatif, dan beretika. Hal itu terjadi karena KAMMI menjadikan Alquran dan Sunah sebagai mata air dari pengejawantahan nilai-nilai dalam pembentukan dan pegembangan organisasi, dan menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai The Main Inspire Actor yang menjadi tolok ukur dalam bersikap, berkehidupan berbangsa dan dalam peningkatan kapasitas kesalehan tiap diri pribadi kader.

Sebagaimana pemimpin terdahulu yang hidup dan mengabdikan diri untuk kemajuan peradaban bangsa, KAMMI Jambi kedepannya juga harus mampu melahirkan tunas-tunas pimpinan esesial. Pemimpin esensial meminjam istilah Herry Tjahjono, Terapis Budaya Perusahaan adalah lawan dari pemimpin sensasional yang tindak-tanduknya kerap berlandaskan kepentingan sesaat, mementingkan citra atau bungkus luar, feriferal, hanya peduli pada personal dan kelompoknya saja. Pemimpin sensasional menjadikan kekuasaan sebagai tujuan utama perjuangan, tidak perduli apakah ia mampu atau tidak, berkompetensi atau tidak, atau apakah kebijakannya sesuai dengan aspirasi dan menguntungkan masyarakat atau justru malah memperkaya dan mengangkat kelompok sendiri.

Berbeda dengan pemimpin esensial, yang lebih mementingkan esensi, isi, inti, sejati. Pemimpin esensial percaya bahwa untuk menjadi pemimpin, bungkus, citra adalah  urusan belakang, yang terpenting adalah kompetensi, integritas dan nilai-nilai baik yang ada di dalam diri. Ia akan menyiapkan diri, melakukan penghayatan nilai dan pemantasan diri berbasis standar-standar kepemimpinan yang berlaku si sebuah sistem sosial kemasyarakatan.

Sebagaimana yang pernah disebutkan oleh Victor Frankl; kekuasaan (yang selama ini menjadi tujuan pemimpin sensasional) merupakan konsekuensi logis dari upaya seseorang untuk menjadi pemimpin esensial. Kekuasaan bukan menjadi tujuan, melainkan sarana untuk menjadi pemimpin esensial. Jika KAMMI pada hari ini mampu melahirkan pemimpin-pemimpin esensial (yang bernuansakan nilai-nilai kemanusiaan, keumatan, dan kebangsaan) maka kekuasaan dan segenap kenikmatan hidup akan datang dengan sendirinya.

Isu Kerakyatan dan Perjuangan Kelas
Kemudian yang harus menjadi perhatian KAMMI Jambi ke depannya adalah bagaimana membangun dan melembagakan pergerakan baik di tingkat nasional maupun daerah dengan mereduksi anasir perjuangan identitas, dan menggantinya menjadi perjuangan kelas yang mengangkat isu-isu kerakyatan. KAMMI Jambi kedepannya mesti mempertimbangkan peralihan titik fokus pada perjuangan agama secara sempit menjadi perjuangan agama secara komprehensif, seperti menaruh perhatian terhadap isu seperti penggusuran, penyerobotan lahan oleh korporasi, oligarki, kemiskinan, ketenagakerjaan, pengelolaan sumber daya alam, korupsi, dan ketimpangan penguasaan tanah yang turut melanggengkan kemiskinan di desa-desa. Bukan berarti KAMMI Jambi harus mengeleminasi isu-isu identitas keagamaan seperti rohingya, palestina, dan pemimpin muslim, namun lebih kepada meletakkan perspektif agama islam sebagai rahmat sebagian alam yang baik secara konsep dan pelaksanaan bernilai komprehensif, dan menyentuh segala persoalan mendasar di republik ini. Sehingga pada sepuluh hingga dua puluh tahun ke depan, seluruh lapisan masyarakat Jambi-Indonesia mendapatkan manfaat substantif dari pengarusutamaan isu-isu kerakyatan yang pernah digiring oleh KAMMI. Kemudian KAMMI Jambi juga harus menjadi jembatan kebangsaan dalam menyambung tali komunikasi dengan gerakan mahasiswa lain, ormas dan bahkan institusi pemerintahan dalam rangka untuk membangun kekuatan massa berbasis masyarakat sipil sebagai watchdog dari kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, hal ini tentu saja menjadi wacana implemetatif dari kredo gerakan KAMMI sebagai salah satu gerakan ekstraparlementer di Indonesia.

Merawat Kebhinekaan
KAMMI Jambi pada akhirnya juga harus mengambil tempat bersama NU, Muhammadiyah, serta organisasi masyarakat sipil lainnya untuk merawat kebhinekaan, termasuk turut serta mengcounter isu-isu yang mengancam pancasila dan demokrasi yang telah berada dalam suatu tenun kebangsaan. Merawat kebhinekaan kemudian dapat diwujudkan dengan menciptakan suasana pegkaderan yang ramah akan perbedaan, merangsang inovasi dan kreatifitas para anggotanya. KAMMI Jambi jika ada, mesti meghentikan segala bentuk pemutusan nalar para kader-kadernya dalam bentuk pembatasan berfikir, berekspresi, berbicara dan berpendapat,  pemilihan buku-buku yang layak dan tidak layak untuk di baca, mereduksi hak kader untuk melakukan eksplorasi terhadap ilmu dan berbagai macam pemikiran di dunia, termasuk upayanya yang berupaya untuk memperbaiki struktur dan kultur organisasi. Pada intinya KAMMI Jambi harus fleksibel, terbuka, dan tidak alergi terhadap kemajemukan. KAMMI Jambi mesti independen, dan terbebas dari segala moderasi senior baik yang terjadi secara organik-mekanik, maupun yang secara struktural direncanakan oleh jaringan yang berada di dalam tubuh pemerintahan, ormas, dan partai politik.

Pada gilirannya KAMMI akan mendapatkan marwahnya sebagai organisasi modern yang mampu memproduksi pemimpin-pemimpinan esensial di masa depan, serta upayanya dalam turut serta merawat kebhinekaan, melakukan konsolidasi masyarakat sipil untuk mengadvokasi isu-isu kerakyatan yang selama ini kerap dikerjakan oleh organisasi kiri, yang pada akhirnya juga akan memberikan kontribusi kepada masyarakat Jambi pada khusunya, dan Indonesia pada umunya.

Akhir kata, selamat mengabdi untuk Andri Hermana dan Indra Jaya selama dua tahun ke depan, semoga amanah dalam menjalankan tugas keumatan dan tugas kebangsaan yang mulia ini. Allahuakbar!

*Penulis Merupakan Pegiat pada Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSKH) KAMMI