Minggu, 20 Maret 2016

Hukuman Mati Langgar Konsepsi



Hukuman Mati Langgar Konsepsi

OLEH SONY ANASTA



Politik penegakan hukum tebang pilih sudah sangat marak terjadi. Keadilan dicampakkan dan kepastian hukum diinjak-injak. Pencuri sendal jepit dihukum seberat-beratnya, sedangkan koruptor miliaran rupiah bisa jalan-jalan ke singapura,  pura-pura sakit atau traveling sambil menonton pertandingan tenis. Secara konsepsi, teori penegakan hukum versi Lawrence Friedman gagal terimplementasi.

Hukum sebagai kaedah di masyarakat memberikan batasan sikap terhadap prilaku manusia dan mengganjarnya dengan hukuman yang setimpal. Rasa keadilan di masyarakat diwujudkan dalam kepastian hukum dengan memberikan ancaman seadil-adilnya kepada mereka yang melakukan kesalahan. Namun terkadang hukum memberikan ancaman yang melampaui batas konstitusi (konstimeter). Seperti hukuman mati dan penjara seumur hidup.

Fakta Yuridis
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi secara eksplisit memberikan ancaman hukuman mati terhadap orang yang diberikan titel KORUPTOR oleh pengadilan. Begitu pula dalam KUHP, dalam pasal 10 mengatur jenis pidana yang terdiri atas 1) pidana mati, 2) pidana penjara, 3) kurungan, dan 4) denda. Dan pasal 12 ayat (1) yang mengatur, pidana penjara adalah seumur hidup atau selama waktu tertentu.

Dari cuplikan pasal diatas dapat ditarik sebuah konklusi bahwa bangsa Indonesia hari ini masih menganggap hukuman mati dan penjara seumur hidup sebagai sebuah ancaman pidana yang bertujuan untuk membuat jera orang dan mengaplikasikan rasa keadilan kedalam substansi peraturan perundang-undangan.

Lantas apakah hukuman mati dan penjara seumur hidup merupakan pengaturan yang relevan di republik ini? Apakah legalitas pasal yang mengatur hukuman mati dan penjara seumur hidup mempunyai daya laku dan daya guna seperti yang diungkapkan oleh Maria Farida?

Negara Hukum dan HAM
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Apakah yang dimaksud dengan negara hukum? setiap sarjana tentu mempunyai pengertian tersendiri terkait dengan konsep negara hukum. Julius Stahl pakar hukum eropa kontinental mengatakan bahwa negara hukum terdiri dari 4 ciri-ciri, yakni; 1) Adanya pembatasan atau pemisahan kekuasaan, 2) Pemerintahan berdasarkan undang-undang, 3) adanya peradilan adminstrasi, dan yang ke 4) adanya perlindungan terhadap hak asasi manusia.

Sebagai negara hukum, sudah selayaknya Indonesia menghargai dan mengormati hak azazi yang dimiliki oleh setiap warga negaranya termasuk hak untuk hidup. Berkaitan dengan hal itu pasal 28A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur bahwa setiap manusia berhak untuk hidup, serta berhak untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya.

Walaupun beda konteks jika manusia tersebut melakukan pelanggaran hukum, apalagi pelanggaran tersebut merupakan extraordinary crime yang meliputi; tindak pidana korupsi, kejahatan narkoba, dan terorisme.

Namun jika kita lihat secara seksama pasal 28I Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur yang intinya bahwa hak untuk hidup merupakan hak yang tidak bisa dicabut, atau yang menurut Bahder Djohan Nasution dianggap sebagai underogable rights (hak-hak yang tidak dapat dikurangi)

Hak untuk hidup adalah bagian dari seperangkat hak asasi manusia yang diberikan tuhan kepada manusia sejak ia berada didalam kandungan sampai ia meninggal dunia. Ditambahkan John Locke bahwa hak tersebut tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun, kendati ia adalah warga negara tertentu, jemaah kelompok agama tertentu, atau bahkan pengikut ajaran politik tertentu. Karena pada hakikatnya negara didirikan untuk menjamin kebebasan setiap warga negaranya.

Oleh karenanya jika kita berpijak pada aliran hukum alam dimana disebut bahwa hak asasi manusia adalah hak yang diberikan oleh tuhan kepada setiap manusia, maka sebenarnya negara lewat tangan hakim dilarang membunuh orang dengan alasan peraturan perundang-undangan. Yang berhak untuk mencabut nyawa seseorang adalah yang memberikan kehidupan itu sendiri, yakni tuhan.

Atau jika dikatakan bahwa hakim memiliki legitimasi untuk menjatuhi hukuman mati kepada tersangka dikarenakan hakim dianggap sebagai wakil tuhan dimuka bumi, maka hemat saya hendaknya hukum yang dipakai adalah hukum tuhan, bukan hukum buatan manusia. jalan demikian lebih mencerminkan konsistensi aliran hukum, baik dibidang legislasi maupun dibidang yudikasi. Sehingga percepatan kemajuan bangsa ini terutama dalam penegakan hukum dan upaya untuk menciptakan ketentraman dimasyarakat dapat lebih terarah.

Konsep Pemasyarakatan Kita
Yuzril Ihza Mahendra dalam obrolannya di salah satu stasiun tv swasta menghimbau kepada kita masyarakat Indonesia, terkhusus aparatur penegak hukum untuk lebih memperdalam pemahaman terkait dengan undang-undang pemasyarakatan kita yang saat ini diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 12 tahun 1995.

Konsep pemidanaan yang kita anut pada saat ini berbasis pemasyarakatan bukan penjara. Undang-undang menganggap bahwa mereka yang melakukan kejahatan dengan kesalahan dan melanggar hukum dimasukkan kedalam LAPAS (lembaga pemasyarakatan) untuk dididik dan dibina selama waktu tertentu sesuai dengan vonis pengadilan. Sehingga ketika keluar nanti bisa dikembalikan kepada masyarakat.

Konsep pemasyarakatan berbeda dengan konsep penjara. Konsep penjara sebenarnya sudah mulai ditinggalkan sejak abad ke-18. Konsep penjara hanya bertujuan untuk menghukum orang dan memberikan efek jera kepada tersangka dan masyarakat luas.

Oleh karena itu hukuman mati dan penjara seumur hidup sebenarnya tidak relevan lagi dan bertentangan dengan konsep pemasyarakatan yang sedang kita anut saat ini. Bagaimana seseorang akan menjadi orang baik dan melakukan taubatan nasuha jika mereka divonis mati atau penjara seumur hidup.

Hak untuk hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupannya merupakan hak yang melekat didalam diri manusia yang tidak dapat dicabut bahkan oleh negara sekalipun, kendati status mereka adalah tersangka, bahkan untuk segala ancaman tindak pidana.

Dalam proyeksi amandemen Undang-Undang Dasar 1999-2002, dinyatakan bahwa negara mengakui, menghormati, bahkan menjunjung tinggi terhadap perlindungan hak-hak dasar manusia. Bahkan Fachry Hamzah anggota DPR RI masa bakti 2009-2014 pernah mengatakan bahwa hakikat keberadaan manusia jauh lebih penting daripada eksistensi negara itu sendiri.

Sekilas, hukuman mati dan penjara seumur hidup dianggap sebagai jawaban atas keresahan masyarakat dalam politik penegakan hukum di Indonesia. Namun, bukan berarti anggapan tersebut harus diamini. Penegakan hukum harus juga mempertimbangkan peraturan perundang-undangan dan konsep hak asasi manusia. Kriminalisasi bukanlah sebagai upaya untuk balas dendam, atau yang menurut Satjipto Raharjo untuk menakut-nakuti masyarakat. Lebih dari itu kriminalisasi bertujuan untuk memberikan rasa kepastian hukum dan kesebandingan hukum ke tengah-tengah masyarakat. Lebih-lebih bisa melahirkan kebahagiaan.

Menurut Bagir Manan, hakim bukan saja sebagai corong undang-undang, akan tetapi hakim merupakan corong bagi keadilan. Silahkan hakim memutus, akankah berpijak kepada peraturan perundang-undangan, atau bergantung kepada argumen emosional untuk mematikan orang. Toh mereka adalah wakil tuhan dimuka bumi. Orang awam hanya menerka, kira-kira keadilan seperti apa yang diputuskan.

Minggu, 13 Maret 2016

Aspek Hukum Internasional ISIS



Aspek Hukum Internasional ISIS
OLEH SONY GUSTI ANASTA


Islamic State Of Iraq and Sham/ Syria (ISIS) lahir dari ketidakmampuan otoritas Baghdad dalam memanajemen konflik sektarian beberapa bulan yang lalu. ISIS sejatinya bukanlah gerakan bawah tanah, akan tetapi sebuah gerakan revolusioner kaum syiah yang ingin keluar dari cengkraman deskriminatif muslim sunni. Atas dasar persamaan ideologis-relijius, gerakan ini lambat laun mulai merambah ke negara tetangga.

Seakan memanfaatkan kesempatan saat damaskus disibukkan dengan gejolak politik dalam negerinya, kaum syiah suriah mulai ambil bagian. Dengan genjatan senjata mereka berhasil menundukkan beberapa wilayah penting di perbatasan antara suriah dan irak. Hingga akhirnya mereka mendeklarasikan kekhalifahan dan menjadikan Mosul, kota terbesar kedua di irak sebagai ibukota.

Deklarasi yang dilakukan ISIS hingga membuat beberapa negara memberikan tanggapan terkait dengan hal itu termasuk Indonesia membuat ISIS menjadi sentra perbincangan. Dalam aspek Hukum Internasional, hal ini bisa menjadi potensi ratifikasi beberapa subjek Hukum Internasional, baik itu negara, maupun aktor bukan negara.

Oleh guru besar UIN Jakarta, Azyumardi Arza, dalam Kompas (5/8) dikatakan bahwa “ketika negara Lemah, tidak mampu memelihara stabilitas politik, dan keamanan, saat itulah aktor dan kelompok non negara menguat untuk mengurusi wilayah yang fakum dari kekuasaan negara” kondisi inilah yang sejatinya membuat ISIS mulai merangsek menindak segala desriminasi kaum sunni baik di irak maupun suriah.

Atas dasar deklarasi kekhalifahan ISIS dengan Abu Bakr Al Baghdadi sebagai khalifah mereka, membuat kondisi dan geopolitik timur tengah terutama di irak dan suriah semakin memprihatinkan. Beberapa pihak non negara, seperti pengusaha minyak dari belahan negara lain mulai nampak mendanai gerakan paramiliter ini, seperti yang diutarakan Trias Kuncahyono, Kolumnis Politik Luar Negeri Kompas, ISIS merupakan anak kandung dari Al-qaeda. Berbeda dengan induknya yang bertahan dengan gaya gerakan bawah tanah, ISIS tampil dengan pesona baru, lebih berani dan tidak sembunyi-sembunyi.

Negara ISIS
Berdasarkan Konferensi Montevidio Uruguay 1933, ada 5 syarat terbentuknya suatu negara. yang pertama ada Rakyat. ISIS mempunyai banyak pengikut yang dalam tataran ini dapat diartikan sebagai rakyatnya. Walaupun dalam beberapa konsep menyatakan bahwa khilafah menghendaki umat islam berada dibawah satu entitas kepemimpinan politik. Namun basis massa yang ada dan tersekat dalam teritorial kenegaraan tidak menjadi alasan untuk tegaknya sebuah Khilafah. Basis masa secara hukum internasional pada dasarnya sudah berhasil didapatkan gerakan yang lahir dari gagalnya Suriah dan Irak dalam mencari bentuk Demokrasi ini.

Yang kedua, suatu negara juga harus memiliki wilayah yang permanen. Dalam deklarasinya ISIS menyatakan wilayahnya membentang dari timur suriah sampai barat irak. Terlihat jelas penundukkan efektif yang dilakukan ISIS kendati dengan kekerasan berbuah unsur formalitas terbentuknya negara. Dengan sangat cerdik, ISIS mengabaikan konsep Khilafah murni yang menghendaki seluruh umat di dunia berada pada satu kepemimpinan tunggal monarki.

Selanjutnya adalah pemerintahan yang sah. Dalam kajian hukum internasional, harus diakui apa yang dilakukan ISIS jauh lebih baik apa yang telah dilakukan Al-qaeda beberapa tahun lalu yang masih menganut teror dengan rangka gerakan bawah tanah. ISIS yang kini tampil dengan lebih berani secara praktis saya melihat sebagai sebuah gerakan pembebasan revolusi, sama halnya dengan beberapa negara didunia saat mendapatkan kemerdekaannya.
Kesanggupan berhubungan dengan negara lain, dan pengakuan/ ratifikasi adalah unsur berikutnya dari terbentuknya negara. kedua unsur ini merupakan unsur subsider yang hanya berstatus sebagai pelengkap perjuangan ISIS. A Rahman guru besar Hukum Internasional bahkan mengatakan bahwa kesanggupan dan pengakuan dari negara lain bukanlah unsur berdirinya sebuah negara. melainkan hanyalah sebuah syarat eksternal yang berasal dari luar negara.

Hakikat hukum internasional secara radikal saya melihat sama dengan hukum rimba. Siapa yang kuat dialah yang akan berkuasa. Konsep ini lalu dikamuflase oleh negara-negara maju menjadi “kesepakatan internasional”. Jadi subjek internasional hanya akan tunduk pada perjanjian yang telah dibuatnya. Teori ini merupakan perkembangan dari pola pemikiran liberal teori hukum alam rasional dimana kesetiaan adalah titik tumpu kepercayaan.
Namun perjanjian hanyalah berupa secarik tulisan, dan hukum rimba akan selalu hidup dalam politik internasional. Hal ini dapat dilihat ketika Israel meluluhlantakkan palestina dengan senjata pemusnah massal nya. Atau keingkaran israel saat membunuh rakyat sipil palestina yang notabene adalah perempuan dan anak-anak. Atau ulah AS saat menyerbu irak guna menggulingkan pemerintahan otoritarian Saddam Husein yang dinilai sarat pelanggaran Konvensi Jenewa tentang Humaniter.

Walaupun sebagai unsur pelengkap. Ratifikasi pada dasarnya merupakan hal terpenting yang harus didapatkan ISIS. Ratifikasi akan membantu ISIS untuk mendapatkan legitimasi didunia. Ratifkasi bisa berasal dari negara yang memiliki kepentingan, seperti negara yang rakyatnya muslim, atau negara eksportir senjata. Namun ratifikasi juga tidak harus berasal dari negara. Ratifikasi bisa muncul dari aktor non negara. seperti Multinasional Corporation atau beberapa Beligren yang sepaham dengan ideologi mereka.

Namun yang lebih bagus, ratifikasi yang diberikan oleh beberapa negara memiliki dampak yang sedikit lebih kuat dibandingkan ratifikasi oleh MNC atau pengusaha lainnya yang hanya berupa gontoran dana atau peralatan perang lengkap. Jika Abu Bakr Al baghdadi bisa menarik dan menjaga simpati beberapa negara teluk. Bukan tidak mungkin ISIS malah bisa dinobatkan sebagai negara utuh lewat sidang di PBB  seperti halnya yang dilakukan palestina beberapa tahun yang lalu.

(Penulis adalah Mahaisswa FH UNJA)

Minggu, 06 Maret 2016

Dominasi Tiongkok



Dominasi Tiongkok

OLEH SONY GUSTI ANASTA


Tiongkok setelah resmi merubah nama internasionalnya dari RRC, menjadi salah satu negara dengan ancaman paling nyata didunia. Baik itu dibidang ekonomi, politik, bahkan miiter sekalipun. Untuk negara macam Indonesia yang punya pasar potensial dibidang ekonomi menarik untuk duduk dan mengikuti irama sesekali mencuri kesempatan dari interaksi negara adidaya tersebut. Apalagi belakangan politik luar negeri Tiongkok dengan sukses menyuil kuping AS dan beberapa negara adidaya lainnya.

Kehadiran nama besar Tiongkok dipastikan membuat takut negara-negara maju didunia, terutama AS, Korea, Jepang, Rusia, Prancis dan lain-lain. Saat ini Tiongkok sedang merangsek naik berusaha menggeser hegemoni AS dalam percaturan politik dunia. AS tidak tinggal diam, aset timur tengah dan beberapa negara di kawasan Asia tenggara kalau tidak diperhatikan secara seksama bisa saja akan main mata, dan bersembunyi di bawah ketek Tiongkok. 2013 lalu, Tiongkok menyabet predikat dunia dengan negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi terbesar didunia. Dalam kancah internasional, pertumbuhan ekonomi yang besar merupakan kunci untuk menaklukan pasar di dunia.

Peluang di DK PBB
Hal ini membuat Gap yang besar diantara negara anggota tetap DK (DK) PBB. 3 negara anggota tetap DK lainnya; Prancis, Inggris, dan Rusia tentu akan mematok sikap dalam menentukan mitra politik luar negerinya. Inggris akan secara mentah menolak untuk mendukung Tiongkok dalam setiap keputusannya, karena bagaimanapun AS dan Inggris adalah saudara jauh. Kita mungkin ingat dulu, ketika inggris melalui Tony Blair mendukung mati-matian gempuran AS ke Iraq untuk menggulingkan pemerintahan otoriter, si tangan besi Saddam Husein. ‘States’ dan ‘Kingdom’ yang menyertai ‘United’ akan membuat duet maut negara maju ini akan terhegemoni sampai waktu yang cukup lama.

Keberhasilan Tiongkok dalam menyusun bidak catur politik didunia akan disambut hangat oleh Rusia sebagai rival abadi AS. Paling tidak rusia akan diam-diam mengamati perkembangan politik luar negeri AS dan Tiongkok. Rusia akan berpotensi besar memanfaatkan peluang yang didapat, saat konflik AS dan Tiongkok meruncing. Kendati dalam beberapa pandangan, Rusia selalu bertentangan dengan kebijakan Tiongkok.

Beda Rusia, beda pula dengan negara pusat mode didunia. Prancis akan diterpa kegalauan tingkat dewa. Ibaratkan pemilu, maka posisi Prancis saat ini sebagai swing voters, yang belum menentukan pilihan kemana akan berlabuh. Satu dekade yang lalu terbukti prancis selalu menepuki setiap keputusan AS. Bukan tidak mungkin, ketika negara-negara berkembang, tempat aset Prancis berserakan mulai menyoraki mendukung Tiongkok akan membuka pintu hati Prancis untuk melirik negeri bambu tersebut.

Hal ini tentunya membuka peluang besar bagi Tiongkok-Asean untuk berkiprah dalam Politik-Ekonomi di negara-negara dunia, apalagi badai ekonomi tengah meluluh lantakkan pondasi ekonomi negara-negara maju di Eropa. Negara negara Asean yang Pro-Tiongkok bisa membaca peluang kemana akan ber-manuver.

Hegemoni Tiongkok khususnya dalam posisinya di PBB akan mengancam hegemoni AS. Setidaknya Tiongkok memiliki andil yang cukup untuk membuat tenang kondisi dunia, khususnya di timur tengah saat ini.

Hegemoni Hambatan
Beberapa negara anggota tetap Dewan Kemanan PBB sebelumnya  terlihat seperti mengacau di beberapa negara, seperti ulah Rusia di Ukraina, terutama di Crimea. Atau ulah AS saat menyerbu iraq, yang katanya untuk menjatuhkan rezim Saddam Husein. Padahal banyak pihak meyakini, usaha AS saat itu tak lebih untuk menguasai sumber daya minyak di Iraq, sekaligus membuat pangkalan militer di timur tengah, demi memantau dan menyemangati anak emasnya, Israel.

Memang kalau sudah begitu mau apalagi. Siapa yang mampu melawannya. Kata Jhon Austin, kaum Positivis dari Inggris, “Hukum Internaional adalah suatu etika yang hanya mempunyai kekuatan moral belaka,” tidak ada hukuman yang berasal dari lembaga formal untuk menghukum negara yang menyalahi segala sumber hukum internasional. Oleh karenanya, mandiri dan tidak tergantung pada negara lain adalah syarat pokok bagi suatu negara untuk berkiprah di kancah politik dunia. Termasuk untuk memandulkan keputusan negara lain yang dianggap bertentangan dengan kepentingan negara tersebut. Bisa jadi, PBB lewat keputusan DK pun juga akan dimentahkan oleh Hak Veto negara anggota tetap DK. Paling tidak kekuatan baru di dunia, Tiongkok akan lebih elegan dalam mengimbangi hegemoni AS dan Rusia dalam problem politik di dunia.

Akhirnya kita menyadari bersama, bahwa sengketa laut Tiongkok Selatan (dulu laut cina selatan) yang melibatkan beberapa negara Asean seperti, Fhiliphina, Malaysia dan Vietnam pada dasarnya bukan bermaksud untuk me-murkai Manila dan Kuala Lumpur, atau membuat Hanoi kalang-kabut.

Tersirat saya menangkap, sikap Tiongkok adalah sebuah ekspresi diri untuk menunjukkan eksistensi dirinya kepada Dunia terutama AS bahwa kekuatan baru akan mulai mendominasi dunia, dimulai dari kawasan asia tenggara. Karena seperti yang diketahui, areal claim Tiongkok merupakan perairan yang menjadi tanggung jawab armada VII AS yang beroperasi dari Diego Garcia di Samudra Hindia, hingga Guma di samudra Fasifik. Secara global, AS bertanggung jawab penuh untuk menjamin adanya kebebasan bernavigasi di area tersebut. Apalagi setelah beberapa kapal Tiongkok dan Vietnam sudah berani tumbur-tumburan di laut yang menjadi tanggung jawabnya.