Selasa, 20 Desember 2016

Ada Sponsor dibalik BAP?



Selasa, 20 Desember 2016

Ada Sponsor dibalik BAP?

Hari ini saya bersama pengacara publik LBH Jakarta, Bang Mathew bergegas menuju Polda Metro Jaya untuk mendampingi salah satu klien yang tinggal di daerah Celamitan, Jakarta Timur (bukan tempat sebenarnya) untuk menghadiri panggilan polisi dalam dugaan melakukan tindak pidana sebagaimana yang tertuang dalam pasal 167 dan 385 KUHP.

Klien kali ini bernama pak Rasengan (bukan nama sebenarnya) ia bersama 9 warga lainnya dilaporkan oleh PT. Pulombak (bukan nama sebenarnya) terkait dengan dugaan tindak pidana penyerobotan tanah tanpa izin dan mengambil laba atau keuntungan dari tanah yang bukan hak miliknya atau yang dikuasakan pada dirinya.

Hal ini bermula saat puluhan warga budi dharma beserta bangunannya digusur oleh pemda DKI Jakarta pada tahun 2009, hingga kini, warga tetap mendiami tempat tersebut dengan alasan terjadi adu claim antara PT. Pulombak dengan ahli waris yang mengaku memiliki bukti berupa girik atas tanah tersebut. Akhirnya mereka bertahan dengan modal surat izin garapan dari slah satau ahli waris yang menclaim tanah tersebut.

Posisi hukum warga jelas, mereka menduduki lahan tersebut karena adanya surat izin garapan tanah tersebut. Sehingga apabila terjadi ketidak sepemahaman mengenai hak kepemilikan atas lahan seharusnya hal tersebut menjadi urusan antara ahli waris dengan Pt. Pulombak, bukan antara PT. Pulombak dengan warga, jika PT. Pulombak ingin mengusir warga atau ingin melakukan tindakan pelaporan pidana terkait tindakan warga yang menduduki lahan selama bertahun tersebut, sebaiknya hal tersebut meski dilakukan berdasarkan Putusan pengadilan yang incraht/ tetap untuk menjamin kepastian hukum bagi warga dan kepentingan PT. Pulombak kedepan nantinya.

Atau dalam posisi kasus yang lain, seharusnya Pt. Pulombak melaporkan ahli waris yang mengclaim tanah tersebut kepada polda metro jaya, bukannya warga setempat. Karena yang menduduki lahan secara yuridis adalah Ahli Waris, warga memang menduduki namun mereka bukan tanpa hak, ada surat izin garapan, mengenai apakah tanah garapan tersebut milik siapa, tugas pengadilanlah yang membuktikan.

Secara pribadi saya melihat ini merupakan gaya perusahaan kapitalis (semua perusahaan emang kapitalis kali ya) untuk mengusir warga yang menduduki lahan tersebut, dengan alasan mereka telah memiliki hak guna bangunan atau hak pengelolaan jenis lain. Intimidasi pun diloancarkan, salah satunya melaporkan warga ke polisi. Pelaporan tindak pidana menjadi pilihan karena mayoritas masyarakat apalagi masyarakat miskin, buta hukum, dan tertindas, takut pada polisi, takut di penjara, takut ditahan, takut dibentak-bentak, takut digebuki saat memenuhi panggilan BAP.

Kata teman saya, meskipun hantu mengerikan, masyarakat miskin jauh lebih takut pada polisi dibanding kuntilanak, mereka tidak dapat berfikir secara jernih saat dihadapan polisi, mereka anggap sudah di penjara saja, akan digebuki saja, padahal tidak semua polisi bertindak demikian, masih banyak juga polisi yang dalam berkerja mengandalkan pendekatan komunikatif, bukan kekerasan, walaupun tidak sedikit pula banyak polisi yang kurang pendidikan selalu melakukan pendekatan kekerasan, seakan mereka yang terduga melakukan tindak pidana memang bersalah adanya oleh sebab itu bentakan, penyiksaan, serta bentuk intimidasi lainnya dibutuhkan untuk mengejar pengakuan tersangka.

Padahal sebenarnya jika mereka tidak bersalah, seharusnya mereka tidak perlu takut untuk menghadapi penyidik, namun tampaknya mereka yang hidup dalam garis kemiskinan-dan keputusasaan ini, dimana asupan informasi yang mereka terima hanya berita soal korupsi, penyelewengan dana, mark up anggaran, proyek fiktif membuat mereka menganggap kalau hukum memang manipulatif adanya berikut dengan penegak-penegak hukumnya, mereka berfikir bahwa hukum tidak mencerminkan keadilan, oleh sebab itu ketika mereka melihat polisi sebagai salah satu penegak hukum yang menurut soeroso merupakan simbolitas hukum yang paling dekat dengan masyarakat, mereka menjadi takut, tidak percaya, antipati dan sebagainya, namun di sisi lain juga mereka tidak tahu harus berbuat apa, mereka menganggap bahwa hukum adalah sebagai alat politik penguasa yang dapat digunakan untuk apa saja, dan polisi berfungsi sebagai alat untuk memaksakan hukum tersebut kepada masyarakat.

Begipula dalam kajian antara hukum, penguasa, dan kepentingan bisnis, penegakan hukum juga dapat terjadi karena intimidasi dari kepentingan bisnis, banyak dari komunikasi tersebut kemudian menjadikan uang sebagai pelumas untuk sekedar mempercepat proses penyidikan pidana, atau malah dapat juga, uang atau fasilitas lain dari pemilik modal menjadi latar terjadinya kriminalisasi terhadap masyarakat yang sebenarnya mungkin tidak bersalah, sebagaimana yang terjadi mungkin saja terjadi pada beberapa petani di karawang, atau petani di jawa barat yang lahan garapannya akan dijadikan pemerintah untuk mendirikan bandar udara.

Sama seperti kasus yang menimpa warga budi dharma ini, pemaksaan dalam pemakaian pasal 385 KUHP ini memberikan kesan pada saya pribadi bahwa tampaknya ‘kemungkinan besar’ PT. Pulombak ada main-main dengan penyidik. Saya sampai terkekeh dalam hati saat penyidik menanyakan, “isteri bapak juga berjualan nasi uduk kan disana?” secara sadar saya menangkap, pertanyaan ini ditanyakan untuk mencari informasi yang akan dijadikan dasar dalam mengaplikasikan pasal 385 (1) KUHP. Berikut saya kutip:

Pasal 385:

Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun: (1) barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menjual, menukarkan atau membebani dengan creditverband sesuatu hak tanah yang telah bersertifikat, sesuatu gedung, bangunan, penanaman atau pembenihan di atas tanah yang belum bersertifikat, padahal diketahui bahwa yang mempunyai atau turut mempunyai hak di atasnya adalah orang lain;

Jadi, maksudnya si ibu-ibu, isteri klien, yang berjualan nasi uduk ini akan sangat mungkin dijadikan tersangka hanya karena dia mendapat keuntungan seperak dua perak atas penjualan nasi uduk yang dijualnya di atas tanah yang bukan menjadi hak miliknya. Gak ada kerjaan pak, kayak ada sponsor aja! (sony)

Sabtu, 09 Juli 2016

Griezmann Bukan Superhero



Usai menggulung Jerman 2 gol tanpa balas, si anak manis dari Prancis berjoget ria sembari memainkan kedua tangannya menyerupai gagang telepon. Memang Griezmann terlalu kecil dan terlalu kurus untuk menjadi bomber semenakutkan Ronaldo, apalagi menjadi mahadewa selayaknya Ibrahimovic di Swedia. Saat selebrasi, coba lihat ia menari, lihat wajahnya, lebih mirip anak SMA saat mendengar kelulusan EBTANAS.


Jadi terlalu berlebihan menyamakan Griezmann dengan Superman, Spiderman, Batman, Ironman, atau man-man yang lain. Jelas secara postur, Griez tereleminasi untuk menyelamatkan dunia, ia bukan super hero dan tidak dianugrahi kekuatan super. Orang-orang boleh senang melihat superman menyelamatkan puluhan penumpang pesawat yang akan jatuh di Orlando, atau para gadis boleh menggelinjang saat Tony Stark menanggalkan kostum Ironmannya, namun tak ada yang akan suka kala misalnya Griezmann menyelamatkan seisi kota dari manuver alien ganas. Tidak cocok. Griezman terlahir sebagai seorang anak manis yang senang berjoget saat mencetak gol. Ayunan lengan dan kakinya bahkan lebih menghibur dari 2 golnya sendiri. Meski tidak sebesar dan sekuat superhero, tapi tarian si anak manis terbukti mempercundangi  neuer dan Jerman di stade velodrom, Marseille kemarin.


Final di ujung mata. Jelas, kans Prancis untuk menyabet trophy euro yang ketigakali lebih lebar dari Portugal. Selain mendapat dukungan penuh karena bermain di tanah sendiri, secara materi pemain Prancis jauh di atas Portugal. Pogba saat ini menjadi representatif menara Eiffel di lapangan. Posturnya besar dan hitam tidak hanya mengagumkan, namun juga menakutkan. Kemampuannya dalam mendistribusikan bola ke lini depan sungguh sangat ciamik. Payet juga berada dalam performa terbaik, walau kerap bermain di pinggir lapangan, beberapa kali ia mendapat predikat man of the match. Pergerakannya yang sungguh liar dan 3 gol yang dibukukannya selama turnamen seakan ingin menunjukkan bahwa pemain hebat yang bermarkas di london bukan saja yang bermain untuk Arsenal, Chelsea, dan Totenham.


Jika ingat piala dunia 2006 di Berlin, Portugal harus rela menelan pil pahit saat Zidane botak berhasil mengecoh ricardo perreira lewat eksekusi di titik putih. Entah karena jam terbang Zidane yang sangat tinggi, atau karena sinar ultraviolet yang terpancar dari kepala botaknya, gol tersebut seakan-akan tidak hanya membawa Prancis ke final piala dunia, lebih dari itu, gol tersebut dengan sukses mengubur Portugal selama 6 tahun dari manisnya rasa laga semifinal di laga internasional. Memang pasca itu, Ronaldo dkk mengganas, namun tetap saja asanya mengangkat trophy laga internaional kerap kandas oleh tim besar seperti Jerman, paling banyak Spanyol.


Final euro 2016 bisa jadi ajang pembalasan dendam Ronaldo atas Prancis setelah terakhir bertemu 2006. Namun, ternyata final kali besok juga ajang pembalasan si anak manis Antonie Griezmann setelah ia dan Atletico Madrid terpukul lumpuh oleh Real Madrid dalam maha final liga champion bulan mei lalu. Kemenangan Prancis atas Portugal bisa jadi tidak hanya dirayakan masyarakat Prancis, akan tetapi juga fans Atletico Madrid di seantero dunia. Pasalnya ikonik final euro 2016 terlanjur tersemat pada ajang balas dendam antara Griezmann dan Ronaldo, atau Portugal ke Prancis. Namun terlalu sempit akal jika senang mengaitkan sepakbola dengan ajang balas dendam. Sepakbola terlalu suci dari niatan buruk pembalasan dendam. Sepakbola diciptakan untuk menghadirkan kebahagiaan, baik kepada penonton atau pemain itu sendiri, bukan ajang hebat-hebatan lebih lagi balas dendam.


Bagi Griezmann sepakbola bukan soal mengalahkan Portugal dan membuat malu Ronaldo dan kawan-kawan. Anak manis tidak boleh jadi pendendam, Griezman harus merdeka dari anasir negatif yang justru mengeliminasi hakikat sepakbola itu sendiri, lihat saja bagaimana platini bermain, lihat sportifitas kaka, atau senyum abadi Ronaldinho di lapangan hijau, mereka bermain dengan bahagia, oleh karenanya permainan mereka impresif, berkembang, mengagumkan dan bebas dari tekanan psikologis. Griezman tidak akan menjadi superhero yang akan mengalahkan musuhnya, Portugal yang jahat. Karena dalam sepakbola semua berteman, pertandingan bertujuan melahirkan kebahagiaan. Menang adalah perwujudan dari tingkat kebahagiaan. Semakin bahagia dirimu, semakin besar potensi untuk menang.


Akhirnya Ronaldo pun akan sangat bersahabat, ia tentu sudah lupa bagaimana Prancis menggilas Portugal 10 tahun lalu, Griezman juga seharusnya tidak mengingat bagaimana menelan pahitnya pil kekalahan 2 kali dalam final liga champion. Untuk itu tidak ada yang menjadi superhero dan penjahat dalam sepakbola, final euro 2016 adalah puncak pesta kebahagiaan, bukan duel tegang penuh emosi, karena sepakbola mengajarkan kebahagiaan bukan pembalasan dendam apalagi membasmi kejahatan.


Meski Griezman bukanlah superhero, akan tetapi Griezman telah menjadi pahlawan sekaligus penghibur dihati penggemar, walau fisiknya mungil, tapi Griez kecil punya lari dan pergerakan yang lincah, lihat saja gol solonya ke gawang real Madrid saat giornada semi-akhir di La Liga tahun ini. Namun yang terpenting dari seorang striker adalah Griezman punya naluri mencetak gol sangat tinggi, kuat. Ia tau kapan harus mengoper atau menembak ke gawang, ia tahu harus berdiri di sisi mana, seakan paranormal, Griez kecil, pintar menebak kemana bola akan mengarah, atau sebenarnya bola sendiri yang senang menghampiri si anak manis. Kalau mau membandingkan, pergerakan Griezmann agak sedikit mirip Ronaldo lima di brazil, Klose di Jerman, dan Inzaghi di Italia. Itulah yang membuatnya selalu ditunggu. 


Stade de France senin dinihari akan menjadi saksikunci kegemilangan Griezmann dan Prancis, namun bukan berarti Ronaldo dkk tidak bisa tampil lebih impresif, Ronaldo mungkin saja mencuri trophy Euro 2016 dari Pogba dan teman-teman. Tak ada yang mustahil dalam sepakbola, apalagi menjelang final, Portugal tampil makin menyolid, Ronaldo makin matang sebagai seorang pemimpin, lihat saja saat ia memotivasi Moutinho ketika adu penalti melawan Polandia.


Akhirnya baik Griezmann maupun Ronaldo sama-sama memiliki kans untuk menjadi euro2016. Namun jika hakikat sepakbola adalah kebahagiaan, dan harapan kita adalah hiburan yang menyenangkan, mari sama-sama berharap agar di final nanti, Griez kecil menari dengan cantik sambil memainkan kedua tangannya menyerupai gagang telepon. Menyenangkan!




Sony Anasta

Penggemar Sepakbola

Rabu, 18 Mei 2016

Menghukum Korporasi!



Menghukum Korporasi!

OLEH SONY GUSTI ANASTA*


Penegakan hukum lingkungan terhadap bencana kabut asap karena kebakaran hutan dan lahan yang menimpa beberapa Provinsi di Kalimantan dan Sumatera, termasuk Jambi seperti jalan ditempat. Usaha para penggugat yang memperjuangkan lingkungan hidup yang bersih dan sehat mulai dari Pemerintah Pusat, dan Pemerintah Daerah, Masyarakat, serta Organisasi Lingkungan hidup yang masing-masing diatur dalam Pasal 90, 91, 92 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) tidak membuahkan hasil yang memuaskan. Disinyalir hal itu terjadi karena kekeliruan para penggugat menggunakan alternatif pilihan penegakan hukum yang ada.

Dalam konteks penegakan hukum terhadap kabut asap ini, gugatan dan penuntutan kerap beralamat ke peradilan pidana, maupun peradilan perdata. Dalam perspektif hukum perdata, penegakan hukum lingkungan berorientasi pada ganti rugi pelaku untuk memulihkan baku mutu lingkungan hidup, itupun harus dibuktikan dahulu di pengadilan, sedang dalam perspektif pidana, penuntutan berorientasi hanya pada perbuatan salah si pelaku agar yang bersangkutan dapat dihukum, sehingga diharapkan dapat memberikan efek jera kepada masyarakat.

Padahal sebenarnya UUPPLH punya ruh, setiap orang atau badan hukum yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/ atau perusakan terhadap lingkungan hidup diwajibkan untuk melakukan penanggulangan, pemulihan, restorasi, serta reahabilitasi sampai lingkungan hidup yang telah dirusak atau dicemari kembali sedia kala. Penulis berpendapat apa yang sebenarnya diinginkan masyarakat, adalah seperti yang termakna dalam UUPPLH, bukan penegakan hukum seperti yang dipahami oleh kebanyakan para penggugat dan penuntut. Oleh sebab itu, tidak ada salahnya jika pemerintah mencoba alternatif penegakan hukum administrasi. 

Kerugian Riil 
Dari data yang tersaji di dunia maya, terhitung sampai tanggal 3 November 2015, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Pekanbaru menyebutkan satelit Tera dan Aqua memantau terdapat 708 titik panas di Sumatera. Tiga daerah menjadi penyumbang titik panas terbanyak adalah Jambi dengan 245 titik. Disusul Sumatera Selatan 189 titik dan Riau 177 titik. Titik panas hampir merata terjadi di daerah lainya, seperti Sumatera Barat 32 titik, Lampung 18 titik, Sumatera Utara 10 titik, Aceh 3 titik, Bangka belitung 8 titik, dan Kepulauan Riau 1 titik. Kerugian yang diderita mencapai Rp.930 miliar, itu pun hanya kerugian di bidang lahan saja, belum dihitung kerugian tidak langsung seperti terganggunya jadwal penerbangan, terhentinya distribusi obat dan makanan, liburnya anak sekolah, atau tidak melautnya para nelayan dan lain-lain. Namun yang lebih mengejutkan adalah menurut Musri Nauli dari WALHI, sekitar 80 persen kebakaran hutan yang terjadi disebabkan oleh badan hukum korporasi. Badan hukum/ korporasi merupakan perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan, kehutanan dan lahan. Tiap tahun ada pajak yang mesti disetor ke negara, yang mana pajak tersebut dipergunakan untuk keperluan membangun daerah lewat skema Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), namun jika diteliti, justru kerugian yang timbul akibat bencana kabut asap ditengarai jauh lebih besar dari jumlah pajak yang yang disetor oleh perusahaan, disini telah terjadi ketimpangan keuangan. Ibarat kata pepatah, besar pasak daripada tiang.


Investor dalam konteks pembangunan yang berkelanjutan memang di anggap sebagai mitra pemerintah dalam memajukan dan memakmurkan masyarakat di daerah, namun pembangunan yang berkelanjutan dalam hal pemanfaatan sumber daya alam juga jangan sampai melangar hak konstitusional warga negara. Pasal 28H UUD RI menyatakan “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan” pemerintah dalam hal ini harus mampu mewujudkan kedua cita-cita diatas dalam waktu dan kesempatan yang bersamaan, intinya, pajak dan pembangunan merupakan instrumen pemerintah dalam membangun negara, namun dalam pelaksanaannya, jangan sampai pula menggerus hak konstitusional sehingga merugikan masyarakat setempat. 

Ridwan HR mengatakan bahwa “keberadaan Hukum Administrasi Negara (HAN) itu muncul karena adanya keharusan penyelenggaran kekuasaan dan pemerintahan dalam suatu negara hukum”. HAN berfungsi sebagai ilmu yang dipakai untuk menerapkan aturan hukum, termasuk hukum lingkungan.  Dikatakan banyak sarjana, bahwa HAN merupakan hukum yang istimewa, oleh sebab itu sanksi dari HAN juga bersifat istimewa. Istimewa disini berarti pemberlakuan sanksi administrasi tidak harus melewati peradilan, berbeda dengan sanksi pidana dan sanksi perdata. Sanksi HAN dapat langsung diterapkan kepada si pelanggar norma administrasi dalam rangka untuk menyelenggarakan kekuasaan pemerintah dalam konteks penegakan hukum administrasi. 

Strict Liability
Hukum Lingkungan Indonesia telah menerapkan prinsip strict liability terhadap perusak dan pencemar lingkungan. Pasal 88 UUPPLH berbunyi “Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3,  menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan” pasal di atas dapat menjadi dasar hukum untuk meminta pertanggungjawaban korporasi  yang kebun atau lahannya terbakar, tanpa harus adanya usaha untuk membuktikan unsur kesalahan dari korporasi. 

Banyak pakar yang mengatakan bahwa strict liability yang diatur dalam pasal 88 UUPPLH tidak dapat diterapkan karena pasal tersebut hanya diterapkan untuk usaha yang melibatkan bahan berbahaya dan beracun (B3).  Jika kita pasati lebih dalam, sebenarnya redaksi pasal terkait tidak hanya memfasilitasi kegiatan yang melibatkan B3, tetapi juga untuk setiap kegiatan yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup. Jadi strict liability dapat diterapkan untuk 1) setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya melibatkan B3 dan 2) setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup. Kebakaran hutan dan lahan yang menyebabkan kabut asap dapat ditafsirkan sebagai kegiatan yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup. 

Selain itu, sebenarnya pun, asap merupakan bagian dari B3, ini terbukti dari redaksi Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah  Nomor 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun. Pasal ini mengklasifikasikan B3 sebagai berikut: a) Mudah meledak (explosive), b) Pengoksidasi (oxidizing), c) Sangat mudah sekali menyala (extremely flammable), d) Sangat mudah menyala (highly flammable), e) Mudah menyala (flammable), f) Amat sangat beracun (extremely toxic), g) Sangat Beracun (highly toxic), h) Beracun (moderately toxic), i) Berbahaya (harmful), j) Korosif (corrosive), k) Teratogenik (teratogenic), l) Mutagenik (mutagenic). Kabut asap dapat ditafsirkan sebagai bahan yang amat beracun, sangat beracun, atau beracun sesuai dengan jumlah kandungan asap di dalamnya. 
Tanggung Jawab Pemerintah

 Sebagai pihak yang menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/ kota memiliki peran dan tanggung jawab untuk mengendalikan, mengawasi sampai dengan menyelesaikan permasalahan kabut asap. Hal ini diatur secara tegas masing-masing dalam Pasal 63 ayat (2) dan Pasal 63 ayat (3). Sebagai pihak yang paling bertanggungjawab, pemerintah dapat langsung menerapkan pertanggungjawaban mutlak (strict liability) kepada korporasi pembakar hutan dan lahan lewat peran Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) sebagai pihak yang mendapatkan kewenangan dari kepala daerah secara degelatif, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 71 dan Pasal 74 UUPPLH. 

PPLH inilah yang nantinya akan membuat sanksi administrasi berupa paksaan pemerintah lewat keputusan tata usaha negara yang berisi catatan-catatan kerugian yang menimpa masyarakat dan keharusan korporasi untuk membayarnya. Jika korporasi tidak mematuhinya, maka kepala daerah dapat membekukan dan mencabut izin lingkungan korporasi yang bersangkutan. Jika korporasi tidak terima, dapat mengajukan gugatan ke peradilan tata usaha negara. dalam tahap ini berlaku prinsip pembuktian terbalik. Korporasi penggugatlah yang harus membuktikan bahwa keputusan pejabat tata usaha negara yang merugikannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik. 

Memang menafsirkan kabut asap sebagai B3 terkesan agak sedikit dipaksakan. Pun menganggap kabut asap sebagai bahan yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup juga terdengar sumir, namun tidak ada salahnya mencoba menegakkan aturan hukum yang ada, kendati penafsiran pasal yang bersangkutan masih menimbulkan ambiguitas. Kedepan untuk menjamin kepastian hukum bagi seluruh elemen, sekaligus menguatkan payung hukum bagi berlakunya strict liability, Kementerian yang bergerak di bidang Lingkungan Hidup mesti membuat kebijakan yang bersifat Lex Certa, Lex Scripta, dan Lex Stricta untuk memasukkan kabut asap sebagai bagian dari B3 dan bahan yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup.

*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jambi