Selasa, 20 Desember 2016

Ada Sponsor dibalik BAP?



Selasa, 20 Desember 2016

Ada Sponsor dibalik BAP?

Hari ini saya bersama pengacara publik LBH Jakarta, Bang Mathew bergegas menuju Polda Metro Jaya untuk mendampingi salah satu klien yang tinggal di daerah Celamitan, Jakarta Timur (bukan tempat sebenarnya) untuk menghadiri panggilan polisi dalam dugaan melakukan tindak pidana sebagaimana yang tertuang dalam pasal 167 dan 385 KUHP.

Klien kali ini bernama pak Rasengan (bukan nama sebenarnya) ia bersama 9 warga lainnya dilaporkan oleh PT. Pulombak (bukan nama sebenarnya) terkait dengan dugaan tindak pidana penyerobotan tanah tanpa izin dan mengambil laba atau keuntungan dari tanah yang bukan hak miliknya atau yang dikuasakan pada dirinya.

Hal ini bermula saat puluhan warga budi dharma beserta bangunannya digusur oleh pemda DKI Jakarta pada tahun 2009, hingga kini, warga tetap mendiami tempat tersebut dengan alasan terjadi adu claim antara PT. Pulombak dengan ahli waris yang mengaku memiliki bukti berupa girik atas tanah tersebut. Akhirnya mereka bertahan dengan modal surat izin garapan dari slah satau ahli waris yang menclaim tanah tersebut.

Posisi hukum warga jelas, mereka menduduki lahan tersebut karena adanya surat izin garapan tanah tersebut. Sehingga apabila terjadi ketidak sepemahaman mengenai hak kepemilikan atas lahan seharusnya hal tersebut menjadi urusan antara ahli waris dengan Pt. Pulombak, bukan antara PT. Pulombak dengan warga, jika PT. Pulombak ingin mengusir warga atau ingin melakukan tindakan pelaporan pidana terkait tindakan warga yang menduduki lahan selama bertahun tersebut, sebaiknya hal tersebut meski dilakukan berdasarkan Putusan pengadilan yang incraht/ tetap untuk menjamin kepastian hukum bagi warga dan kepentingan PT. Pulombak kedepan nantinya.

Atau dalam posisi kasus yang lain, seharusnya Pt. Pulombak melaporkan ahli waris yang mengclaim tanah tersebut kepada polda metro jaya, bukannya warga setempat. Karena yang menduduki lahan secara yuridis adalah Ahli Waris, warga memang menduduki namun mereka bukan tanpa hak, ada surat izin garapan, mengenai apakah tanah garapan tersebut milik siapa, tugas pengadilanlah yang membuktikan.

Secara pribadi saya melihat ini merupakan gaya perusahaan kapitalis (semua perusahaan emang kapitalis kali ya) untuk mengusir warga yang menduduki lahan tersebut, dengan alasan mereka telah memiliki hak guna bangunan atau hak pengelolaan jenis lain. Intimidasi pun diloancarkan, salah satunya melaporkan warga ke polisi. Pelaporan tindak pidana menjadi pilihan karena mayoritas masyarakat apalagi masyarakat miskin, buta hukum, dan tertindas, takut pada polisi, takut di penjara, takut ditahan, takut dibentak-bentak, takut digebuki saat memenuhi panggilan BAP.

Kata teman saya, meskipun hantu mengerikan, masyarakat miskin jauh lebih takut pada polisi dibanding kuntilanak, mereka tidak dapat berfikir secara jernih saat dihadapan polisi, mereka anggap sudah di penjara saja, akan digebuki saja, padahal tidak semua polisi bertindak demikian, masih banyak juga polisi yang dalam berkerja mengandalkan pendekatan komunikatif, bukan kekerasan, walaupun tidak sedikit pula banyak polisi yang kurang pendidikan selalu melakukan pendekatan kekerasan, seakan mereka yang terduga melakukan tindak pidana memang bersalah adanya oleh sebab itu bentakan, penyiksaan, serta bentuk intimidasi lainnya dibutuhkan untuk mengejar pengakuan tersangka.

Padahal sebenarnya jika mereka tidak bersalah, seharusnya mereka tidak perlu takut untuk menghadapi penyidik, namun tampaknya mereka yang hidup dalam garis kemiskinan-dan keputusasaan ini, dimana asupan informasi yang mereka terima hanya berita soal korupsi, penyelewengan dana, mark up anggaran, proyek fiktif membuat mereka menganggap kalau hukum memang manipulatif adanya berikut dengan penegak-penegak hukumnya, mereka berfikir bahwa hukum tidak mencerminkan keadilan, oleh sebab itu ketika mereka melihat polisi sebagai salah satu penegak hukum yang menurut soeroso merupakan simbolitas hukum yang paling dekat dengan masyarakat, mereka menjadi takut, tidak percaya, antipati dan sebagainya, namun di sisi lain juga mereka tidak tahu harus berbuat apa, mereka menganggap bahwa hukum adalah sebagai alat politik penguasa yang dapat digunakan untuk apa saja, dan polisi berfungsi sebagai alat untuk memaksakan hukum tersebut kepada masyarakat.

Begipula dalam kajian antara hukum, penguasa, dan kepentingan bisnis, penegakan hukum juga dapat terjadi karena intimidasi dari kepentingan bisnis, banyak dari komunikasi tersebut kemudian menjadikan uang sebagai pelumas untuk sekedar mempercepat proses penyidikan pidana, atau malah dapat juga, uang atau fasilitas lain dari pemilik modal menjadi latar terjadinya kriminalisasi terhadap masyarakat yang sebenarnya mungkin tidak bersalah, sebagaimana yang terjadi mungkin saja terjadi pada beberapa petani di karawang, atau petani di jawa barat yang lahan garapannya akan dijadikan pemerintah untuk mendirikan bandar udara.

Sama seperti kasus yang menimpa warga budi dharma ini, pemaksaan dalam pemakaian pasal 385 KUHP ini memberikan kesan pada saya pribadi bahwa tampaknya ‘kemungkinan besar’ PT. Pulombak ada main-main dengan penyidik. Saya sampai terkekeh dalam hati saat penyidik menanyakan, “isteri bapak juga berjualan nasi uduk kan disana?” secara sadar saya menangkap, pertanyaan ini ditanyakan untuk mencari informasi yang akan dijadikan dasar dalam mengaplikasikan pasal 385 (1) KUHP. Berikut saya kutip:

Pasal 385:

Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun: (1) barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menjual, menukarkan atau membebani dengan creditverband sesuatu hak tanah yang telah bersertifikat, sesuatu gedung, bangunan, penanaman atau pembenihan di atas tanah yang belum bersertifikat, padahal diketahui bahwa yang mempunyai atau turut mempunyai hak di atasnya adalah orang lain;

Jadi, maksudnya si ibu-ibu, isteri klien, yang berjualan nasi uduk ini akan sangat mungkin dijadikan tersangka hanya karena dia mendapat keuntungan seperak dua perak atas penjualan nasi uduk yang dijualnya di atas tanah yang bukan menjadi hak miliknya. Gak ada kerjaan pak, kayak ada sponsor aja! (sony)