Usai menggulung Jerman
2 gol tanpa balas, si anak manis dari Prancis berjoget ria sembari memainkan
kedua tangannya menyerupai gagang telepon. Memang Griezmann terlalu kecil dan
terlalu kurus untuk menjadi bomber semenakutkan Ronaldo, apalagi menjadi
mahadewa selayaknya Ibrahimovic di Swedia. Saat selebrasi, coba lihat ia
menari, lihat wajahnya, lebih mirip anak SMA saat mendengar kelulusan EBTANAS.
Jadi terlalu
berlebihan menyamakan Griezmann dengan Superman, Spiderman, Batman, Ironman,
atau man-man yang lain. Jelas secara postur, Griez tereleminasi untuk
menyelamatkan dunia, ia bukan super hero dan tidak dianugrahi kekuatan super.
Orang-orang boleh senang melihat superman menyelamatkan puluhan penumpang
pesawat yang akan jatuh di Orlando, atau para gadis boleh menggelinjang saat
Tony Stark menanggalkan kostum Ironmannya, namun tak ada yang akan suka kala
misalnya Griezmann menyelamatkan seisi kota dari manuver alien ganas. Tidak
cocok. Griezman terlahir sebagai seorang anak manis yang senang berjoget saat
mencetak gol. Ayunan lengan dan kakinya bahkan lebih menghibur dari 2 golnya
sendiri. Meski tidak sebesar dan sekuat superhero, tapi tarian si anak manis
terbukti mempercundangi neuer dan Jerman
di stade velodrom, Marseille kemarin.
Final di ujung mata.
Jelas, kans Prancis untuk menyabet trophy euro yang ketigakali lebih lebar dari
Portugal. Selain mendapat dukungan penuh karena bermain di tanah sendiri,
secara materi pemain Prancis jauh di atas Portugal. Pogba saat ini menjadi
representatif menara Eiffel di lapangan. Posturnya besar dan hitam tidak hanya
mengagumkan, namun juga menakutkan. Kemampuannya dalam mendistribusikan bola ke
lini depan sungguh sangat ciamik. Payet juga berada dalam performa terbaik,
walau kerap bermain di pinggir lapangan, beberapa kali ia mendapat predikat man
of the match. Pergerakannya yang sungguh liar dan 3 gol yang dibukukannya
selama turnamen seakan ingin menunjukkan bahwa pemain hebat yang bermarkas di
london bukan saja yang bermain untuk Arsenal, Chelsea, dan Totenham.
Jika ingat piala
dunia 2006 di Berlin, Portugal harus rela menelan pil pahit saat Zidane botak
berhasil mengecoh ricardo perreira lewat eksekusi di titik putih. Entah karena
jam terbang Zidane yang sangat tinggi, atau karena sinar ultraviolet yang
terpancar dari kepala botaknya, gol tersebut seakan-akan tidak hanya membawa
Prancis ke final piala dunia, lebih dari itu, gol tersebut dengan sukses
mengubur Portugal selama 6 tahun dari manisnya rasa laga semifinal di laga
internasional. Memang pasca itu, Ronaldo dkk mengganas, namun tetap saja asanya
mengangkat trophy laga internaional kerap kandas oleh tim besar seperti Jerman,
paling banyak Spanyol.
Final euro 2016 bisa
jadi ajang pembalasan dendam Ronaldo atas Prancis setelah terakhir bertemu
2006. Namun, ternyata final kali besok juga ajang pembalasan si anak manis
Antonie Griezmann setelah ia dan Atletico Madrid terpukul lumpuh oleh Real
Madrid dalam maha final liga champion bulan mei lalu. Kemenangan Prancis atas
Portugal bisa jadi tidak hanya dirayakan masyarakat Prancis, akan tetapi juga
fans Atletico Madrid di seantero dunia. Pasalnya ikonik final euro 2016
terlanjur tersemat pada ajang balas dendam antara Griezmann dan Ronaldo, atau
Portugal ke Prancis. Namun terlalu sempit akal jika senang mengaitkan sepakbola
dengan ajang balas dendam. Sepakbola terlalu suci dari niatan buruk pembalasan
dendam. Sepakbola diciptakan untuk menghadirkan kebahagiaan, baik kepada
penonton atau pemain itu sendiri, bukan ajang hebat-hebatan lebih lagi balas
dendam.
Bagi Griezmann
sepakbola bukan soal mengalahkan Portugal dan membuat malu Ronaldo dan
kawan-kawan. Anak manis tidak boleh jadi pendendam, Griezman harus merdeka dari
anasir negatif yang justru mengeliminasi hakikat sepakbola itu sendiri, lihat
saja bagaimana platini bermain, lihat sportifitas kaka, atau senyum abadi
Ronaldinho di lapangan hijau, mereka bermain dengan bahagia, oleh karenanya
permainan mereka impresif, berkembang, mengagumkan dan bebas dari tekanan
psikologis. Griezman tidak akan menjadi superhero yang akan mengalahkan
musuhnya, Portugal yang jahat. Karena dalam sepakbola semua berteman, pertandingan
bertujuan melahirkan kebahagiaan. Menang adalah perwujudan dari tingkat
kebahagiaan. Semakin bahagia dirimu, semakin besar potensi untuk menang.
Akhirnya Ronaldo pun
akan sangat bersahabat, ia tentu sudah lupa bagaimana Prancis menggilas
Portugal 10 tahun lalu, Griezman juga seharusnya tidak mengingat bagaimana
menelan pahitnya pil kekalahan 2 kali dalam final liga champion. Untuk itu
tidak ada yang menjadi superhero dan penjahat dalam sepakbola, final euro 2016 adalah
puncak pesta kebahagiaan, bukan duel tegang penuh emosi, karena sepakbola
mengajarkan kebahagiaan bukan pembalasan dendam apalagi membasmi kejahatan.
Meski Griezman
bukanlah superhero, akan tetapi Griezman telah menjadi pahlawan sekaligus
penghibur dihati penggemar, walau fisiknya mungil, tapi Griez kecil punya lari
dan pergerakan yang lincah, lihat saja gol solonya ke gawang real Madrid saat
giornada semi-akhir di La Liga tahun ini. Namun yang terpenting dari seorang
striker adalah Griezman punya naluri mencetak gol sangat tinggi, kuat. Ia tau
kapan harus mengoper atau menembak ke gawang, ia tahu harus berdiri di sisi
mana, seakan paranormal, Griez kecil, pintar menebak kemana bola akan mengarah,
atau sebenarnya bola sendiri yang senang menghampiri si anak manis. Kalau mau
membandingkan, pergerakan Griezmann agak sedikit mirip Ronaldo lima di brazil, Klose
di Jerman, dan Inzaghi di Italia. Itulah yang membuatnya selalu ditunggu.
Stade de France
senin dinihari akan menjadi saksikunci kegemilangan Griezmann dan Prancis,
namun bukan berarti Ronaldo dkk tidak bisa tampil lebih impresif, Ronaldo
mungkin saja mencuri trophy Euro 2016 dari Pogba dan teman-teman. Tak ada yang
mustahil dalam sepakbola, apalagi menjelang final, Portugal tampil makin
menyolid, Ronaldo makin matang sebagai seorang pemimpin, lihat saja saat ia
memotivasi Moutinho ketika adu penalti melawan Polandia.
Akhirnya baik
Griezmann maupun Ronaldo sama-sama memiliki kans untuk menjadi euro2016. Namun
jika hakikat sepakbola adalah kebahagiaan, dan harapan kita adalah hiburan yang
menyenangkan, mari sama-sama berharap agar di final nanti, Griez kecil menari
dengan cantik sambil memainkan kedua tangannya menyerupai gagang telepon.
Menyenangkan!
Sony
Anasta
Penggemar
Sepakbola